Tonggeret Hutan, Rumpun Bambu dan Nasi Jagung


LOKASI 
Taman Doa & Meditasi Gua Maria Pereng Getasan


Alamat: Kecamatan Getasan, Kopeng, Kab. Semarang


Koordinat: 7° 22' 33.5" S 110° 26' 39.3" E


DISCLAIMER
Cerita ini berisi perjalanan menuju tempat-tempat ziarah yang disucikan bagi umat Katolik. Cerita ini tidak bertujuan untuk memaksakan iman kepada umat penganut kepercayaan lain.


LET'S GET STARTED
Pagi itu cuaca di Semarang cukup berawan. Hari minggu yang berawan bagi sebagian besar orang dapat digunakan untuk tetap tinggal di rumah, bersantai bersama keluarga, atau bahkan melanjutkan bercengkerama dengan kehangatan selimut di ranjang, namun tidak bagi saya.



Setelah melaksanakan misa pagi di gereja dan mengerjakan tugas-tugas rumah, sangat janggal rasanya jika melanjutkan hari minggu itu hanya dengan tiduran di rumah.
Pukul 10.00 mendung yang meyelimuti kota beranjak pelan pergi dan mentari mulai menampakkan keperkasaannya. Beberapa waktu berpikir mengenai persiapan, menanyakan informasi cuaca dan rencana rute, diputuskan mulai berangkat pada pukul 12.50 WIB.

Tidak memerlukan banyak barang yang harus dibawa dalam perjalanan ini, hanya si item dengan box belakang berisi raincoat dan beberapa buku rohani. Seperti biasa si item berjalan agak terseok karena setelan rantai yang belum sempurna. Dari starting point, saya melaju ke selatan, riding santai. Baru sampai di Tembalang, baru sadar kalau speedometer, odometer dan tripmeter si item mati! Kecepatan di layar LCD hanya bergeming di angka 0; angka pada odometer dan tripmeter sama sekali tidak bertambah sedangkan jarum penunjuk rotasi mesin dan panel lampu-lampu masih berfungsi.

Sampai pada kondisi ini, saya berpikir bahwa ini bukan merupakan hambatan berarti, maka perjalanan tetap akan dilanjutkan, walau tidak akan tahu berapa kilometer yang akan ditempuh nantinya.

Perjalanan sampai di selatan Ungaran ketika saya melihat beberapa pengendara sepeda motor dari arah yang berlawanan sudah mengenakan jas hujan, dan beberapa mobil sudah basah. Hal ini cukup membuat bimbang, apakah akan dilanjutkan atau putar arah ke Semarang. Berhenti sejenak di SPBU depan RS Ken Saras Ungaran, dan ternyata laporan cuaca di tempat tujuan masih aman untuk dilakukan perjalanan kembali. Baiklah, saatnya melanjutkan perjalanan :)

Tiba di kompleks PT. APAC inti, terdapat rambu penunjuk jalan menuju Tempat doa dan samadi Kendalisodo, dan terlintas pikiran kalau saya kelak juga harus ke sana! Tetap melaju santai, tiba-tiba turun hujan gerimis sampai ke daerah kebun kopi banaran. Namun jika melihat pengendara dari arah berlawanan tidak ada yang mengenakan jas hujan, berarti arah tempat tujuan masih aman. Nekat aja gas teruuusss..

Tuntang dan gerbang masuk Salatiga tidak ada kendala berarti, hingga saya belok kanan masuk Jalan Lingkar Salatiga (JLS) dengan disambut hujan gerimis dengan sangat meriah! Ternyata tidak hanya saya, namun beberapa pengendara juga kaget dengan sambutan meriah yang tidak kami sangka sebelumnya, tapi daripada harus berhenti dan pakai raincoat, tetep lanjut jalan aja.

Di traffic light JLS pertama ternyata gerimis sudah reda, lanjut beberapa kilometer lagi menuju traffic light kedua di daerah salib putih. Kondisi TL kedua mati, namun sudah "polisi cepek" yang siap membantu pengguna jalan. Saya belok kanan menuju arah Kopeng, dan di perempatan itu sudah ada penunjuk arah Gua Maria Pereng masih 7 km lagi. Sip deh, jalan menanjak namun cukup lengang waktu itu bisa didaki si item tanpa halangan berarti. Melewati kompleks Camping Ground Salib Putih, tempat dilaksanakan Jambore Nasional Prides tahun 2011 lalu, sebuah sekolah dan SMK, untuk kemudian terdapat penunjuk arah tepat di samping sebuah bangunan gereja baru, Gua Maria Pereng 100m ke arah kiri. Tanpa pikir panjang, saya belok kiri mengikuti penunjuk arah tersebut. 50 m selanjutnya ada penunjuk jalan lagi.

penujuk jalan palsu
Jalan kira-kira selebar mobil saya lalui, namun beberapa meter ke depan ada beberapa portal. Loh, kok buntu? Di mana lahan parkirnya? pikirku bingung. 
Mana gak ada satupun warga yang nampak di sekitar lokasi juga..
Makin bingung, dan menghabiskan waktu sekitar 15 menit, akhirnya ada penduduk sekitar yang lewat. Agar bingung gak berkelanjutan, saya memutuskan bertanya kepada bapak tersebut, dan ternyata salah jalan! Penunjuk jalan di samping gereja itu adalah rute jalan salib. Wah..wah.. Kenapa gak diberi tulisan lengkap? pikirku.

"Masih ke atas lagi nanti ada rambu lagi, di sebelah koperasi" kata bapak itu menunjukkan jalan. Setelah berterimakasih, saya mengikuti rute yang ditunjukkan tadi. Sesampainya di tugu Koramil Getasan ada rambu lagi. Ini dia! pikirku bersemangat.

penunjuk jalan depan koramil getasan

Tepat di perempatan koramil ambil jalan ke kiri yang waktu itu sedang dalam proses pelapisan ulang aspal. Aroma tempat ziarah sudah tercium dari banyaknya kios yang menjajakan suvenir dan beberapa warung makan.
Maju beberapa meter ada sebuah sekolah. SMP 1 Getasan dengan sebuah rambu penunjuk jalan dan lagi-lagi bertuliskan 100 meter. Demen amat sih nulis 100 meter. Harus dibeliin meteran nih, biar tau jaraknya..haha..

depan SMPN 1 getasan

Belok kiri dan lagi-lagi saya bingung kemana harus parikirin si item nih? Tak berselang lama saya dihampiri oleh dua orang pemuda mengenakan rompi hijau stabillo bertuliskan "mudika". Ah..syukurlah, berarti saya sudah sampai di tempat tujuan yang ternyata gak sampai 100 meter hihi..

Lokasinya di sini nih kalau mau lacak via GPS


koordinat GPS

Setelah menanyakan tempat parkir kendaraan, karena pada waktu itu benar-benar sepi dari kendaraan pribadi, Seorang mudika lagi menunjuk pekarangan rumah warga yang memang digunakan untuk parkir kendaraan pribadi. 

lahan parkir yang sudah mulai ramai

Setelah memarkiran si item, ambil buku doa dan menyimpan helm di box, saatnya menuju Gua Maria, tapi lewat mana nih? Ada sebuah rambu kecil terpaku di tembok lahan parkir.

rute jalan salib dari parkiran

Wah, jalan salib dulu nih!
Pikirku spontan, tapi ternyata trek jalan salib terrgenang air setelah daerah itu diguyur hujan beberapa jam sebelumnya.
Hmmm...batal deh. hihih...

Pukul 14.21
Langsung menuju jalan masuk lokasi saja. Sudah ada beberapa pedagang makanan lesehan yang menjajakan bunga, lilin serta makanan khas Salatiga berupa gula kacang, keripik dan buah-buahan lokal. Karena Getasan merupakan tempat di dataran tinggi, maka tak heran banyak kebun buah di sini. Seperti di penunjuk jalan pertama yang membingungkan, dimana terdapat kebun strawberry yang juga dibuka untuk agrowisata petik buah.

spanduk masuk lokasi
Jalan masuk sudah dilapisi paving block baru, yang dijamin gak bakal licin. Setidaknya sampai beberapa bulan ke depan jika tetap dirawat. Namun ternyata jalan paving belum rampung seluruhnya, baru separo pengerjaan.

jalan separo difoto dari bawah

Suasana sangat lembab, karena tempat ini menyatu dengan alam sekitar, dengan banyaknya rumpun bambu dan persawahan, ditambah baru saja diguyur hujan.

lokasi dilihat dari jalan masuk
tempat doa dilihat dari pendopo


ada sendangnya juga

Berhubung saya tidak terlalu kuat dengan hawa dingin, tempat pertama yang saya tuju adalah toilet..hehe.. Masih cukup bersih karena merupakan bangunan baru. Di sebelah toilet terdapat juga sendang (mata air) dengan beberapa keran yang airnya dapat diambil oleh pengunjung.

sendang dari depan atas
Sudah cukup ngomongin toiletnya, sekarang kembali lagi ke pelataran GMPG.








Menurut saya konsepnya dibuat hampir mirip dengan Gua Maria Kerep Ambarawa (GMKA) -atau mungkin ada tempat doa yang lebih tua dengan tata letak seperti ini- dimana pelataran doa dibuat menyerupai panggung. Ada dua baris tempat doa, dengan baris belakang yang telah dipasang kanopi. Di depan pelataran doa berturut-turut ada pendopo yang berfungsi sebagai  altar, di samping kirinya ada lahan kosong yang di sana akan dibangun sakristi, dan di sisi kanan pendopo terdapat gua dengan patung Bunda Maria di tengahnya (lihat gambar paling atas cerita ini).

Di belakang pelataran doa dibangun jalan salib dengan rute yang cukup pendek dengan perhentian pertama di tempat saya pertama kali nyasar.

trap bambu dari perhentian pertama

Dari perhentian pertama kita diajak turun menyusuri undakan gabungan beton, tanah dan bambu yang cukup licin jika kurang berhati-hati. Perhentian kedua dan seterusnya berada di belakang pelataran doa.
Tata letak seperti ini mengingatkan saya pada rute jalan salib di Gua Maria Puhsarang Kediri (GMPK) yang juga menyatu dengan alam. Dan usut punya usut GMPK ternyata dibuat hampir mirip dengan jalan salib yang terdapat di Lourdes dengan diorama patung ukuran 1:1 dari foto-foto ziarah orang tua ke Lourdes pertengahan tahun lalu.








Rute jalan salibnya gak akan bikin Anda capek kok..tenang aja :p

Setelah beberapa kali ambil foto di bawah rintik hujan, saatnya bermeditasi sejenak dengan bantuan lokasi alam yang mendukung.



Ternyata mulai banyak pengunjung yang datang, karena hujan sudah mulai reda. Tempat ini tidak terlalu luas, seluas GMKA, maka setelah selesai bermeditasi saatnya memberikan ruang kepada pengunjung lain untuk berdoa.

Karena lupa bawa lilin dari dalam box, saya hanya bisa naik ke depan gua, berlutut dan beberapa kali ambil foto di sana, serta di depan pendopo.







Jika Anda mengunjungi tempat ini dan berpikir bahwa banyak hal yang harus dibenahi, maupun ditambah di sana-sini untuk menambah kekhusukan dalam berdoa dan bermeditasi, tenang, sudah disiapkan ini kok :)



Sekitar pukul 15.10 setelah berdoa Koronka, saya beranjak meninggalkan pelataran doa.
Langsung pulang? Cobain kuliner dulu deh di sini :D

Di atas pelataran doa (atau tepat setelah jalan masuk tadi) sudah dibangun sederetan kios sebagai tempat usaha warga sekitar. Masih banyak juga kios yang masih kosong. Ada beberapa penjual buah, makanan dan suvenir. Karena tujuan saya ingin merasakan kuliner khas lokal, langsung mampir saja ke kios makanan.

jejeran kios


kios suvenir khas

Yang membuat saya tertarik adalah tulisan: nasi jagung goreng.
Pada awalnya saya mengira kios ini menjajakan nasi jagung yang sudah dikemas, karena saya berniat membeli sebagai buah tangan untuk ibu yang menderita diabetes. Nasi jagung baik dikonsumsi penderita diabetes karena kadar gula yang rendah dibanding nasi dari beras gabah.
Ternyata kios ini menjual nasi goreng. Ya sudah, pesan satu porsi nasi jagung goreng pedas sedang dengan teh manis hangat. Pasti sangat cocok dengan kondisi suhu yang sudah mulai dingin di sana.

FYI: pukul 15.00 di Getasan sudah mulai turun kabut dan disambut dengan suara tonggeret hutan yang bersahutan.

Akhirnya jadi juga nasi jagung gorengnya.

itadakimassu!

Nasi jagung yang digoreng menggunakan bumbu nasi goreng biasa, dicampur dengan telur ayam, dieksekusi dengan tambahan potongan mentimun, taburan bawang goreng, irisan sosis (yang ini saya rasa "makanan para juara" deh hahaha) dan beberapa ekor ikan sungai goreng yang sangat renyah.

Nasi jagung ternyata cepat dingin, jadi tidak memerlukan waktu lama untuk menunggu nasi goreng fresh from the frying pan ini menjadi dingin. Dan cepat juga menghabiskan seporsi nasi jagung goreng dengan teh manis yang dibanderol dengan harga Rp 8.000,00 saja. 
Jika Anda berkunjung, jangan lupa mampir ke kios "Mak Minthuk" dengan nasi jagung gorengnya yang sangat saya rekomendasikan. 

Selain menjual nasi jagung goreng, nasi goreng, dan beberapa makanan lain, beliau juga menyediakan beberapa cemilan khas. Saya membeli Bayam goreng dan keripik gadung sebagai oleh-oleh.

Kurang lebih pukul 15.40 saya meninggalkan lokasi ini untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju destinasi selanjutnya.


KESIMPULAN
Jika Anda umat Katolik di daerah Salatiga, Semarang dan sekitarnya yang ingin berdoa dan bermeditasi di tempat yang baru bagi Anda, GMPG ini cukup baik untuk dicoba.

Kelebihan tempat ini adalah merupakan lokasi baru yang masih asri dengan tetumbuhan dan suasana alam yang menyatu.

Kekurangan yang saya catat diantaranya masih kurangnya kesadaran pengunjung dengan berbicara, bercanda dengan suara cukup keras yang dapat mengganggu konsentrasi pengunjung lain  yang sedang berdoa dan bermeditasi. Beberapa tulisan larangan menghidupkan suara telepon genggam untuk membantu memperoleh ketenangan juga belum banyak dipatuhi oleh pengunjung, sehingga beberapa kali saya mendengar suara ringtone gadget selama berdoa.
Jika Anda mendambakan tempat doa yang lapang, maupun trek jalan salib yang panjang dan menantang, maka tempat ini tidak cocok untuk Anda kunjungi. Terkadang masih sering terdengar deru mesin kendaraan bermotor dari jalan raya, jika Anda tidak menyukai kebisingan.

Namun, jika tujuan awal Anda berkunjung adalah demi mencapai ketenangan batin, dan kepuasan jiwa dengan berdoa dan bermeditasi, saya yakin dimanapun tempat yang Anda pilih, Anda akan menemukan-Nya.



Berkah Dalem :)


bonus pemandangan ketika lewat di JLS


Komentar