LOKASI
Gua Maria Sendang Pawitra, Tawangmangu
DISCLAIMER
Gua Maria Sendang Pawitra, Tawangmangu
Alamat: Desa Sepanjang, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
Koordinat: 7° 41' 6.42" S 111° 7' 23.4" E
DISCLAIMER
Cerita ini
berisi perjalanan menuju tempat-tempat ziarah yang disucikan bagi umat Katolik.
Cerita ini
tidak bertujuan untuk memaksakan iman kepada umat penganut kepercayaan lain
Hari belum
terlalu siang ketika aku menyusuri jalan menuju obyek wisata Tawangmangu di
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Riding
santai menyusuri tanjakan demi tanjakan lereng Gunung Lawu sambil menikmati
segarnya udara pegunungan. Sesekali memperhatikan papan-papan petunjuk arah,
siapa tahu aku melewatkan petunjuk arah menuju daerah Metesih.
Masih ingat
betul aku isi BBM dari seorang teman umat Paroki St. Pius X, Karanganyar
mengenai petunjuk arah menuju Gua Maria Tawangmangu ini.
"Polsek Tawangmangu ke kanan, arah Matesih. Ikuti jalan saja, nanti di kiri jalan ada petunjuk menuju Desa Sepanjang."
Gua Maria
tujuanku ini memang masih masuk dalam lingkup Paroki St. Pius X, Karanganyar,
jadi pasti umat parokinya paham betul rute menuju tempat ziarah ini.
Tapi,
nampaknya aku salah jalan, karena Kantor Polsek Tawangmangu berada tepat di
tanjakan menuju Pasar Tawangmangu dan tidak ada jalan ke kanan (asumsiku jalur
yang dimaksud adalah tepat di seberang kantor polisi). Mungkin arahan rutenya
terlalu global, mungkin juga ada persimpangan yang terlewati, atau papan
petunjuk jalan yang tak terbaca. Yang pasti aku harus berhenti untuk bertanya.
Sebenarnya enggan, tapi karena ancer-ancer
yang menyebutkan kalau jalur yang harus kutempuh dekat dengan kantor polsek,
mau tak mau berhenti juga di kantor polisi untuk bertanya arah Desa Sepanjang
ini.
Benar juga
dugaanku setelah aku diberikan petunjuk arah oleh beberapa orang di dalam
kantor polisi. Ada sebuah persimpangan yang masuk dalam blind spot karena berada dalam jalur Huruf S. Persimpangan ini lebih
jelas terlihat ketika aku berbalik arah dari Kantor Polsek Tawangmangu. Cukup
dekat, kok. Mungkin sekitar seratus
meter tepat di tikungan tajam ke kanan (dari arah atas) terdapat sebuah jalan
lain, dan ternyata sebuah papan petunjuk arah menuju Gua Maria sudah terpasang
dan berada di antara baliho-baliho produk motor.
Ikuti jalan
saja, tapi bedanya kali ini harus lebih waspada karena jalan menurun dan
terdapat beberapa tikungan tajam, sampai pada sebuah persimpangan dengan papan
petunjuk lain. Kali ini masuk ke dalam jalan desa. Beberapa ratus meter hingga
ada sebuah penunjuk jalan lain. Kali ini menujuk jalan masuk ke kiri sebuah
gapura. Jalannya lebih sempit lagi. Mungkin hanya selebar mini bus.
Beberapa
ratus meter menanjak, dan jalurpun makin terjal. Jalan aspal berubah menjadi
jalan rabat beton licin karena berlumut. Kalau saja aku tak yakin waktu itu,
pasti aku sudah terpeleset, jatuh dan masuk ke dalam jurang ketika akan
melewati sebuah tikungan tajam yang menanjak. Tak bisa bayangkan bagaimana jika
ada sebuah mini bus yang melewati jalur itu. Sebuah jalan rabat beton yang
masih cukup baru bagai sebuah karpet kelabu mengantarku menuju sebuah desa.
Tak yakin
apakah desa itu bernama Sepanjang, namun yang jelas sebuah papan penunjuk Gua
Maria menyambutku. Langsung saja kuparkirkan Annette di sebuah tanah lapang di
sebelah sebuah pos keamanan desa.
Sebuah tembok
setinggi sekitar lima meter yang awalnya kukira sebuah calon rumah berada di
sisi barat jalan masuk, rupanya sebuah tembok yang sedang dalam proses
pembangunan yang nantinya berfungsi untuk 'melindungi' salib yang baru. Undakan
dari beton dengan railing besi berdesain modern minimalis yang terlihat masih
cukup baru menghantarkanku ke pelataran gua.
Sebuah gua
buatan dari beton dengan lumut yang menempel di sana-sini. Sebuah ceruk besar
di bagian bawah dengan sebuah altar batu berada di tengahnya. Secarik kertas
yang dilaminating berisi peraturan pengunjung tertempel di sisi kiri. Patung
Bunda dengan tangan terbuka dan berwajah sedih yang terbuat dari kuningan
berada di bagian atas. Altar batu lain berada di tengah-tengah pelataran gua.
Entahlah,
tapi bagiku ini semua terkesan dingin, selain karena suhu pegunungan yang beneran dingin.
Kolam kecil
yang kering yang terbuat dari susunan batu berada di sisi kanan gua. Tiga buah
pipa pralon berukuran ¾" tersembul keluar kolam.
Karena Gua
Maria ini berada di sebuah tebing, maka tidak bisa dibuat pelataran yang lebih
lebar lagi. Bangunannya harus menyesuaikan kontur tebing agar efektif, efisien
dan aman. Di bawah kolam terdapat sebuah pos perhentian jalan salib pertama,
selanjutnya pos-pos perhentian jalan salib diletakkan melingkar di batas lahan
milik Gua Maria. Belum ada jalan setapak yang dibuat khusus untuk jalan salib.
Semuanya masih murni jalan tanah berumput.
Di bawah
pelataran gua terdapat undakan lagi ke bawah menuju sebuah bangunan terbuka
bercat putih beratap joglo. Beberapa kertas yang sudah dilaminating berisi
foto-foto pudar kegiatan peziarah ditempel di beberapa tiang-tiang kolom
bangunan. Aku enggan masuk ke dalam rumah joglo itu karena...
Ah..pokoknya enggak deh..
Setelah berjalan
mengitari kompleks ziarah ini, aku kembali ke pelataran gua. Aku duduk di salah
satu dari dua buah bangku dari beton bercact merah terdapat di ujung pelataran.
Menikmati keheningan diantara dinginnya udara pegunungan.
"Monggo, Mas. Ada yang bisa dibantu?"
Sebuah
suara dari seorang wanita paruh baya mengagetkanku. Kukira tempat itu sepi,
ternyata sedari datang sudah ada beberapa orang yang memperhatikan
gerak-gerikku dari kejauhan.
"Saya
Bu Narto." Sapa beliau, "Kebetulan bapak sedang kurang enak badan,
jadi nggak bisa menemui disini."
Ditemani
seorang cucu laki-lakinya yang malu-malu (atau takut?) dan kadang
menyembunyikan wajah kecilnya di balik punggung sang nenek, sambil meletakkan
sebuah kotak sumbangan gua dan sebuah buku tamu di depan altar beliau
menanyakan nama dan tempat asalku.
Tak heran
kalau pertanyaan beliau padaku setengah menyelidik, mungkin juga sebagai
antisipasi kalau aku ini hendak berniat buruk pada tempat ziarah yang tengah
dalam proses renovasi setelah kejadian kelam tahun 2011 lalu.
Aku masih
ingat betul di medio Desember tahun 2011 lalu, waktu itu pertama kali punya
benda 'canggih' bernama BlackBerry dan dapat Broadcast Message (BM) yang isinya minta doa karena telah terjadi
perusakan Gua Maria Tawangmangu ini. Repotnya, pada BM itu diberikan tambahan
berita bohong, yaitu ada imam yang terluka hingga kritis karena menjadi korban
penyerangan sekelompok orang. Yang benar (menurut berita resmi yang sudah
dirilis beberapa media), memang telah terjadi perusakan di dalam kompleks Gua
Maria, yang dilakukan pada malam hari. Tidak ada kegiatan kerohanian waktu itu,
jadi sama sekali tidak ada korban. Patung Sang Bunda dipenggal, beberapa patung
malaikat dan bejana suci dihancurkan dan salib milenium diambil.
Tentu saja
karena sang suami, Pak Narto, merupakan tokoh desa yang ditunjuk sebagai
pengurus Gua Maria. Walau berasal dari keluarga muslim (faktanya, seluruh desa
merupakan warga muslim!), tentu keluarga ini tidak mau 'kecolongan' dengan
adanya kejadian serupa untuk kedua kalinya yang bagi sebagian pihak dinilai
mencoreng keutuhan kehidupan keberagaman yang sudah lama terjalin.
Setelah
mengalirkan air dari reservoir sendang, mereka berdua meninggalkanku di depan
gua, memberikan kesempatan untuk hening. Mengambil air yang kini sudah mengalir
keluar pipa untuk mencuci wajah dan memasukkan ke dalam sebuah botol. Baru
belakangan aku tahu kalau air dari sendang itu belum disucikan. Tapi, sudahlah.
Toh, aku sudah meminta agar air yang kuambil itu semoga dapat jadi sarana
penyalur berkat.
Membuka
buku tamu tadi, di halaman pertama peziarah pertama mencatatkan diri pada tahun
2012. Mungkin ini buku tamu edisi kesekian, karena sesuai cerita sejarah, Gua
Maria ini sudah ada sejak tahun 1984. Sendang berarti 'mata air' yang merujuk
pada mata air yang berada dekat gua, dan Pawitra berarti 'tempat penyucian'.
Menggali lagi informasi kepada para pengurus gua baik via SMS maupun obrolan
WhatsApp Messenger, ternyata sejak kejadian tahun 2011 lalu, jumlah peziarah
mengalami peningkatan cukup berarti. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya
jumlah dana sumbangan, selain sumbangan besar dari seorang desainer terkenal
untuk pembangunan tempat ziarah ini. Kejadian di tahun 2011 itu tidak membuat
iman akan Tuhan menjadi kerdil, namun semuanya tetap setia ikut Tuhan lewat
perantara Bunda Maria. Ndherek Dewi Maria.
Kalau aku
tidak salah ingat, Bu Narto menyebutkan kalau pada minggu pertama tiap bulan
selalu diadakan Perayaan Ekaristi pada pukul 10:00, dan mulai Bulan Februari
2015 akan diadakan novena di minggu yang sama.
Kira-kira
jam satu siang ketika kabut tipis mulai turun, dan aku memutuskan untuk
meninggalkan tempat ini.
Jika Anda
berminat berziarah menuju Gua Maria Sendang Pawitra, Tawangmangu, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah ini, dapat melalui jalur Surakarta – Karanganyar –
Tawangmangu. Sebelum Kantor Polsek Tawangmangu terdapat jalan menurun ke kanan.
Ikuti jalur sesuai foto-foto tadi.
Tidak jadi
soal kalau Anda ingin mengunjungi tempat ini menggunakan kendaraan pribadi atau
rombongan. Terlebih jika Anda menggunakan perangkat GPS, akan lebih mudah
dengan mengunci koordinat seperti yang tercantum dalam tiap foto atau dalam
gambar peta di bawah ini.
Kalau ingin berkunjung menggunakan moda
transportasi umum, dari Karanganyar Anda dapat turun di Pasar Tawangmangu dan
meneruskan perjalanan menggunakan jasa ojek motor, karena saya tidak bertemu
dengan angkutan desa menuju gang lokasi. Toh, kalaupun ada angkutan desa, Anda
akan harus tetap menyewa jasa ojek motor untuk dapat sampai ke lokasi.
Jika ingin
menginap, live-in, atau sekedar mendapatkan jamuan makan jika rombongan, Anda
dapat menghubungi nomor telepon pengurus Gua Maria seperti tercantum di foto.
Salam, doa dan Berkah Dalem :)
Komentar
Berkah Dalem :)