Kunjungan ke Panti Asuhan Wikrama Putra, Ngaliyan


Sebenarnya ada agenda lain, tapi setibanya di sini, tiba-tiba aku merasa iba juga dengan para penghuni panti.
Panti asuhan ini didirikan pada tahun 1967 oleh seorang pastor (pemimpin agama Katolik) dari Belanda yang berkarya di Kota Semarang, yang merasa iba karena melihat anak-anak di Kota Semarang yang terlantar waktu itu karena orang tua mereka menjadi tahanan politik atas pemberontakan G30S/ PKI.

Meski demikian, panti asuhan yang dikemudian hari bernama 'Wikrama Putra' dengan yayasan yang bernama sama, bukan merupakan panti asuhan dan Yayasan Katolik.

"Kami adalah yayasan umum, tapi semua pengurus beragama Katolik." Kata Bu Untung, pemilik yayasan.

Beliau sudah mengurus anak-anak di panti itu sejak tahun 1967, sedangkan Pak Untung, sang suami, sudah mengurus anak-anak di panti itu sejak tahun 1961.

"Bapak sudah disuruh mengurus panti asuhan sejak masih SMA karena kakaknya, Romo Gondo, jadi pastor." Kenang bu Untung.

"Saya baru seratus persen bergabung di tahun 1967 sewaktu permohonan pindah kerja ke Semarang dikabulkan." Kata wanita yang sudah berusia lebih dari separuh abad itu.

Karena semua pengurus merupakan umat Katolik, maka pendidikan moral anak diajarkan sesuai ajaran Katolik.

"Meski demikian kami tidak memaksakan kepada anak untuk beriman Katolik. Kalau mereka sudah dewasa dan mapan, boleh kok memilih jalan mana yang mereka suka." Kata beliau lagi.

Namun sejak kira-kira satu dekade terakhir, panti asuhan tidak menampung anak-anak yang terlantar, namun lebih banyak menerima bayi-bayi yang dibuang oleh orang tua mereka. Lamat-lamat bu Untung bercerita tentang sejarah beberapa anak yang diantar ke panti itu. 

"Pernah malam-malam kira-kira jam sepuluh ada petugas kepolisian yang datang bersama orang dari dinas sosial membawa seorang bayi yang masih berumur tiga hari yang dibuang orang tuanya di dalam kardus. Ada pula si kembar yang dibawa oleh kakek-nenek mereka karena malu atas kehamilan anak mereka diluar nikah. Ada juga yang beberapa lahir di sini. Ibu mereka datang dalam kondisi hamil, juga diluar nikah. Kebanyakan berstatus masih pelajar. Setelah bapak dan ibu rawat sampai melahirkan, lalu pergi."

Banyak juga cerita tentang beberapa anak lain yang aku merasa miris mendengarnya.

Sambil berkeliling ke panti asuhan, beliau tetap bercerita, "Yang ini namanya Sherly. Umurnya dua setengah bulan. Dia dibawa oleh kerabat ibunya jauh-jauh dari Lampung. Kasusnya 'sama'." Katanya sambil memandangi bayi perempuan cantik yang sedang terlelap di dalam kotak kayu.

Sesekali ia terjaga dan menangis karena teriakan 'kakak-kakaknya' yang sedang asyik bermain polisi-penjahat di lapangan bermain.



"Yang di atas perosotan itu namanya Vinsen." Lanjut bu Untung lagi sambil menunjuk pada seorang anak lelaki berusia kurang lebih lima tahun yang sedang nangkring sendirian di atas perosotan.


Tangannya terbalut sandal baru. Memang semua anak baru saja mendapat pembagian sandal baru selain beberapa barang baru dari sekelompok donatur yang baru saja pulang.





Total di panti asuhan ini menampung tujuh puluh anak, mulai dari Sherly yang berumur 2,5 bulan sampai 'anak' berumur 41 tahun. 

Kok 41 tahun?

Karena ternyata tidak semua anak di panti ini 'normal'. Ada pula beberapa yang difabel. 

"Kebanyakan mereka dulu hendak 'dihilangkan' oleh orang tua mereka, baik dengan obat-obatan atau jamu. Namun, pada kenyatananya janin tetap bertumbuh sampai lahir, namun mereka mempunyai cacat bawaan, dari cacat fisik hingga mental." Kata bu Untung sambil mengantarku berkeliling.


Ketika kutanya kebutuhan apa saja yang paling mendesak bagi panti, ternyata jawabannya sangat meleset dari perkiraanku.

"Kalau beras, makanan dan mie instan kami sudah ada yang memberikan rutin. Jadi, bisa dikatakan kalau makanan kami tidak pernah berkekurangan. Juga baju-baju untuk anak-anak karena selalu banyak bantuan pakaian." Kata bu Untung sambil menunjukkan beberapa karung beras sembari beliau menulis, "karena kebanyakan anak masih sekolah, jadi barang-barang kebutuhan sekolah yang mereka perlukan. Misalnya seragam, sepatu, atau tas sekolah."



Belakangan pak Untung bergabung bersama kami dan menceritakan sedikit sejarah dan suka-duka di panti asuhan itu.

"Kami ini sudah tua dan tidak punya keturunan. Yang kami khawatirkan adalah regenarsi pengurus yayasan selanjutnya." Kata pak Untung dengan kalimat tegas.

Yayasan Wikrama Putra selain mengelola panti asuhan ini, juga mengelola sebuah sekolah dasar di daerah Krapyak dan panti wredha di daerah Boja.

Lahan panti asuhan ini cukup luas, selain beberapa bangunan, juga lahan di belakang panti banyak ditanami oleh penghuni panti dari sejak panti ini berdiri, karena pak Untung yang dulu kuliah di sebuah sekolah pertanian di Semarang menularkan ilmu bercocok tanam kepada anak-anak penghuni panti.

Di belakang panti terdapat sebuah gereja Katolik, St. Henrikus, Stasi Ngaliyan, Paroki Bongsari yang meminjam lahan milik panti asuhan untuk didirikan gereja. Di antara bangunan gereja dan panti asuhan terdapat sebuah Gua Maria yang tak kalah asri dan tenang.



Jika Anda hendak berniat memberikan sumbangan, bisa langsung datang atau bisa menyalurkan bantuan ke rekening mereka.


Salam :)

Komentar

Unknown mengatakan…
Bagaimana jika ada yg in gin bergabung krn hamil dluar nikah Dan keluarga tidak menerima Dan laki laki tidak tanggung jawab
Unknown mengatakan…
Bagaimana syarat jika may mengabdi membantu kegiatan anak anak Dan merawatnya? Apa ada syarat khusus?
vinceney mengatakan…
Silakan saudari menghubungi pengurus yayasan yang nomornya sudah tertera di salah satu foto. Secara pribadi saya tidak bisa menjawab karena saya hanya sebagai pengunjung saja. Salam :)
Maya mengatakan…
Mohon informasi untuk adopsi bayi. Apakah bisa? Kami suami istri sudah menikah 3th sudah memiliki 1 putri usia 2th tapi ingin mengadopsi bayi
vinceney mengatakan…
Halo Ibu Maya..

Terimakasih sudah mau menyempatkan diri untuk membaca blog ini.

Mengenai informasi adopsi anak silakan Ibu menelpon Panti Asuhan ke nomor (024)7600450 dan atau datang untuk berdiskusi secara langsung dengan Bapak atau Ibu Untung.

Terimakasih