Nusantaride GPS Celeng...eh..Challenge Jawa Tengah


Nusantaride, sebuah forum daring yang dulunya berawal dari sebuah senarai terbatas oleh beberapa orang. Pada awalnya terinspirasi dari forum penggiat wisata berkendara daring luar negeri yang bisa mengabadikan keindahan alam di negara luar, dan keinginan yang sama untuk memotret alam Indonesia yang sangat kaya dari sisi perjalanan dengan cara khusus yaitu perjalanan dengan berkendara roda dua. Maka tercetuslah sebuah singkatan Nusantara dan ride menjadi Nusantaride dan menjadikan forum ini sebagai sebuah forum yang lebih umum. Tidak ada keterikatan dalam hal materi bagi para anggotanya, karena Nusantaride tidak dirancang menajdi sebuah klub motor, bahkan menyebut diri mereka sebagai komunitaspun tidak, apalagi menjadikan organisasi legal berbadan hukum. Hanya pengendara kendaraan roda dua (dengan berbagai jenis dan merk sepeda motor) yang punya visi sama yaitu untuk memperkenalkan keindahan alam Nusantara melalui cerita dan foto, dengan gaya masing-masing. Anggotanya bukan penulis profesional dengan oplah karya yang tinggi atau terdiri dari fotografer profesional dengan peralatan-peralatannya yang canggih dan mahal yang boleh berkontribusi, namun semuanya bisa, boleh, bahkan harus berbagi cerita dan pengalaman menjelajah Indonesia. Seperti apapun gaya menulis, kamera apapun yang dipakai, bahkan sebuah tulisan singkat dan foto yang dihasilkan dari kamera ponsel sangat dihargai di forum tersebut.


Selain kontribusi berbagai cerita dan foto dari berbagai narasumber dari berbagai daerah di Indonesia, beberapa orang yang sudah ditunjuk sebagai moderator tingkat nasional berinisiatif membuat beberapa kegiatan berwisata berkendara bersama. Idenya sederhana, yaitu para peserta diminta memberikan cerita dan foto keindahan alam Indonesia pada satu tempat dan waktu kegiatan yang sama, dari tiap sudut pandang peserta. Bebas, asal hasil tulisan dan foto yang dibagikan sopan dan tidak melanggar norma atau hukum yang berlaku. Sebut saja beberapa kegiatan yang sudah menjadi sebuah agenda rutin tahunan, antara lain Nusantaride One Day Rally (cerita vinceney yang pernah ikut walau nggak sampai tuntas di sini), pemberian santunan dan bantuan buku kepada sekolah-sekolah dalam OBOR (One Book by One Rider) ceritanya di sini, kegiatan berbagi pengalaman hingga teknik menulis dan memotret yang baik dalam Ride and Capture di sini dan di sini, beberapa kegiatan ‘colongan’, dan yang baru-baru ini sudah terlaksana yaitu GPS Challenges.


Kenapa jamak? Karena kegiatan yang sudah berlangsung pada Hari Sabtu, tanggal 12 November 2016 lalu diadakan serentak di empat wilayah sekaligus yaitu di Provinsi Lampung di -5.662403,104.885685, Provinsi Jawa Barat di -6.813176,108.3924152, Provinsi Jawa Tengah-DIY di -7.0941950, 109.7825820, dan Provinsi Jawa Timur di -8.006023,111.810319 .

Saya?

Ikut yang di wilayah Jawa Tengah-DIY saja yang lokasinya ada di PTPN Tombo, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, karena tidak terlalu jauh dari Kota Semarang, dan kebetulan di hari itu tidak ada jadwal kuliah, jadi kenapa tidak ikut sekalian? :D

Berangkat pada pukul sepuluh pagi (atau siang?) dari titik kumpul yang sudah disepakati di grup obrolan sebelumnya di sebuah minimarket daerah barat Semarang, bersama tiga orang pengendara lainnya vinceney melintasi ‘jalur aman’ Pantura.





 Berkendara santai di baris ketiga, vinceney nurut aja sama om Dwi ‘Grandong’ yang ada di paling depan, Hasnan di belakangnya dan om Eko di urutan paling belakang. Karena sebelumnya lupa pasang phone holder, jadi selama perjalanan bener-bener nurut karena nggak bisa pakai panduan dari GPS. Walhasil, kami berempat nyasar hampir dua puluh kilometer jauhnya sampai ke Alun-alun Kota Batang, seharusnya sebelumnya harus berbelok di Daerah Subah, Kabupaten Batang.




Yasudah, nggakpapa.. Daripada harus berbalik arah lagi, kami melanjutkan perjalanan ke arah selatan dari pusat kota itu. 25 kilometer menuju tujuan akhir bukannya tanpa hambatan. Jalur yang kami lalui memang sepenuhnya sudah beraspal dan masih mulus, lagi lalu lintasnya cukup lengang, tapi beberapa kali kami berhenti untuk beristirahat, beberapa harus menjalankan ibadah dan mengisi bahan bakar (dan tentunya bertanya kepada penduduk lokal dan mengecek posisi kami di GPS). Bergabung dengan dua pengendara Kajeners di beberapa kilometer terakhir, akhirnya kemulusan aspal berganti dengan jalanan dengan susunan bebatuan.








Melewati sebuah pos penjagaan perkebunan dengan seorang petugas yang berdiri ramah dan mempersilakan kami untuk terus lewat, hamparan tanaman teh seakan turut menyambut kedatangan kami. Suasana yang hampir sama dengan perkebunan teh di Medini, Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah yang sudah pernah dilibas jalurnya hingga puncak di sini.

PTPN Tombo sendiri sedang mengembangkan perkebunan teh tersebut untuk dijadikan salah satu tempat tujuan wisata unggulan di Kabupaten Batang, makanya belum banyak yang tahu tentang tempat ini, bahkan beberapa penduduk sekitar yang sebelumnya kepada mereka kami menanyakan arah.

Hanya beberapa ratus kilometer dari portal utama perkebunan hingga kami tiba di lapangan kantor perkebunan yang dijadikan camping ground awal. Kenapa awal? Karena beberapa rombongan Semaranger’S (Nusantarider dari Semarang dan sekitarnya) memutuskan untuk mengganti destinasi camping ground ke lokasi yang lebih tinggi, terjal dan berbahaya, susah air dan sinyal operator seluler tapi memiliki pemandangan yang lebih bagus dari lapangan di bawah itu (katanya, sih).


Siang itu mendung menggantung cukup tebal. Selain karena berada di dataran tinggi yang dapat dengan mudah berkabut, curah hujan di sepanjang tahun 2016 ini cukup tinggi. Ketika tiga orang yang bersamaku tadi nekat untuk meneruskan perjalanan menuju puncak menyusul rombongan yang sudah ada di sana, aku memutuskan untuk tetap tinggal di bawah. Toh sudah banyak juga peserta yang membuka tenda mereka (istilah beberapa pendaki untuk mendirikan tenda adalah membuka tenda), kalaupun nantinya camping ground dipindah, tetap akan ada rombongan yang naik. Lagi pertimbanganku karena ban Annette sudah mulai gundul. Jalur berbatu yang licin, ditambah beban tambahan yang kusematkan akan membuat perjalanan ke atas menjadi lebih sulit.

Hujan turun tepat setelah vinceney mendirikan tenda. Setelah itu, kegiatan yang dilakukan hanya duduk di dalam tenda menunggu hujan reda.



Senja berganti malam tapi hujan tak kunjung mereda.







Beberapa peserta baru berdatangan, mulai dari pengendara solo hingga yang berombongan. Juga rombongan dari atas, akhirnya memutuskan untuk turun dan bergabung bersama dalam lokasi awal karena jalur yang makin sulit dilalui akibat hujan dan beberapa peserta yang berjatuhan ketika hendak melibas jalur tersebut. Bahkan kaki om Dwi ‘Grandong’ terkilir karena tertimpa motor yang rodanya selip karena licin.

Kegiatan lapangan yang direncanakan untuk diadakan malam itu terpaksa ditiadakan karena hujan masih saja turun. Udara dingin mulai menusuk menembus ke dalam tenda. Beruntung di dekat kantor pengelola terdapat sebuah warung sederhana. Tak apalah meskipun hanya menyediakan mie instan (meskipun makanan ini sudah dilarang untuk dikonsumis vinceney dengan alasan kesehatan), wedang teh dan kopi kemasan sachet, dan beberapa makanan kecil produksi lokal, tapi cukup membuat badan menjadi hangat dan tetap bertahan hidup sepanjang malam ini :D

Tidak ada yang bisa dilakukan malam itu. Bahkan untuk bisa silaturahmi ke tetangga tenda sebelahpun mustahil karena hujan. Sinyal operator seluler berkali-kali timbul tenggelam seakan terbawa tiupan angin gunung dan derasnya arus sungai di belakang lapangan tempat kami mendirikan tenda.

Beberapa rombongan peserta terus datang. Memarkirkan kendaraan, sebagian riuh memasang tenda di tengah rinai hujan, beberapa yang lain memilih untuk berteduh di samping gudang pupuk, sementara vinceney melihat saja suasana malam itu dari dalam tenda hingga memutuskan untuk menutup lubang intip pintu tenda dan tidur dalam kehangatan kantung tidur, sleeping bag.

Kegiatan itu seakan hanya ‘pindah tidur’ saja, karena semua acara terhalangi oleh hujan, bahkan di Hari Minggu pagi itu hujan masih sempat saja menyapa kami. Selepas hujan reda, beberapa peserta yang penasaran memutuskan untuk menjajal jalur pendakian yang dimaksud sebelumnya.

Saya?

Sebenarnya penasaran juga, sih, tapi berhubung kondisi ban tidak memungkinkan untuk melibas track pendakian seperti itu, maka vinceney cukup foto-foto di sekitar lokasi saja.

*itu termasuk kalimat untuk membenarkan diri sendiri sih.. :p

















Peserta lain yang masih tinggal di camping ground ada yang tengah sibuk membersihkan kendaraan mereka dari sisa lumpur yang menempel pada saat melakukan perjalanan. Ada saja cerita yang kudengar dari beberapa peserta mulai dari kesasar, disasar GPS, jatuh di tanah berlumpur mungkin karena saking menghayati kegiatan nyeleng (céléng - jawa: babi hutan, diibaratkan seperti babi hutan yang berlari di tengah hutan tanpa tahu arah, kadang kesasar, kadang jatuh), juga PakDhe Julianto Sasongko yang nekad ikut GPS Challenge di Jawa Barat dan Jawa Tengah-DIY dalam waktu semalam dan cerita lain sebagainya. Kegiatan ‘keakraban’ dilakukan secara informal pagi itu sambil menikmati kopi pagi, beberapa batang rokok dan tawa ceria para peserta.

Tercatat lebih dari tujuh puluh orang pengendara yang melakukan registrasi dan beberapa orang boncengers pada kegiatan GPS Challenge Jawa Tengah-DIY tersebut yang berasal tak hanya dari dalam Provinsi Jawa Tengah dan DIY saja, tapi beberapa juga dari luar porvinsi dan ada yang datang dari Pulau Sumatera. Antusiasme tetap tinggi meskipun hujan terus turun sepanjang acara berlangsung. Kegiatan ini ditutup dengan foto bersama oleh para peserta. Sayang vinceney tidak bisa ikut karena sudah pulang duluan :D


Semoga kita semua dapat bertemu lagi, berwisata berkendara dalam kegiatan berikutnya untuk dapat kembali “Menyentuh Indonesiaku” dengan mengesampingkan perbedaan ditengah upaya untuk memecah belah NKRI, dan menjunjung tinggi nilai persatuan dan persaudaraan, karena Indonesia itu satu, satu tempat tinggal yang indah untukku juga untukmu.




Salam satu Nusantara!

@vinceney

Komentar