LOKASI
Gua Maria Marganingsih, Bayat
Gua Maria Marganingsih, Bayat
Alamat:
Marganingsih, Bayat, Klaten, Jawa Tengah
Koordinat: 7°
47’ 3.45” S 110° 37’ 47.72” E
DISCLAIMER
Cerita ini
berisi perjalanan menuju tempat-tempat ziarah yang disucikan bagi umat Katolik.
Cerita ini
tidak bertujuan untuk memaksakan iman kepada umat penganut kepercayaan lain
Semasa kecil,
aku sering diajak oleh paklik (paman,
adik ayah -red) melewati tempat ini. Gua Maria Marganingsih di Dukuh Ngaren, Desa
Paseban, Kecamatan Bayat, Klaten. Maklum, karena rumah mertua beliau berada di
desa itu, dan ketika liburan sekolah, sepupu-sepupuku sering berkunjung ke
tempat nenek mereka. Hanya lewat, karena di tahun 1990-an Gua Maria ini belum
dibuka untuk umum sebagai tempat ziarah. Seingatku karena tempat ini dulu masih
'seadanya'. Maksudnya belum dikelola secara baik karena memang hanya tempat doa
milik pribadi. Pun jika masyarakat umum yang menggunakan sebagai tempat
berkumpul dan berdoa mentok-mentoknya
hanya dari lingkungan sekitar saja. Tempat ziarah ini berada tepat di pinggir
jalan Bayat – Cawas dan Bayat - Wedi, Klaten. Dulu, dari Sleman menuju tempat
ini rasanya sangat lama dan jauh, walau menggunakan mobil. Sampai beberapa saat
lalu aku berkesempatan berziarah disini, masih juga terasa jauh hehe.. padahal
jika jaraknya dilihat dari GPS, tak lebih
dari 20 km dari pusat Kota Klaten, atau sekitar 30 km dari rumah keluarga besar
kami di Desa Cupuwatu, Sleman, DIY. Betapa tidak? Selama perjalanan kita akan
disuguhi dengan pemandangan hamparan persawahan. Walau sekarang sudah tidak
sesejuk dulu, tapi rasanya tidak akan mungkin ngebut dan melewatkan suguhan
alam yang menyejukkan mata ini, mungkin juga selain jalan poros kecamatan yang
hanya selebar sekitar tujuh meter ini hihi..
Hanya
beberapa ratus meter dari sentra kerajinan gerabah, maka kita sudah tiba di
lokasi. Tentunya beberapa ratus meter ke depan sudah tiba di kediaman nenek
sepupuku itu. Jangan takut tersasar, karena tepat di sisi tebing sudah
terpasang tulisan besar tempat ziarah ini.
Rimbunnya pepohonan
di kompleks Gua Maria ini menambah kesejukan dan keasriannya. Dilihat dari
depan, sebuah tembok menutupi pendopo yang berdiri gagah di belakangnya. Lagi,
sebuah tulisan nama tempat ini terpampang di depannya.
Di kiri-kanan tembok depan terdapat akses jalan
masuk. Lebarnya kira-kira satu meter. Cukup lebar untuk akses keluar-masuk
kendaraan roda 2 'biasa'. Biasa? Ya, karena jika aku bersama Annette ke tempat
ini, tentu dia akan kutinggal di luar tembok, karena stangnya terlalu lebar,
lagi kalau memakai box samping. Bisa-bisa kami akan tersangkut sebelum bisa
masuk sempurna ke dalam area parkir. Tapi, untung saja, karena waktu itu aku
datang bersama rombongan lingkungan untuk melakukan ziarah, syukur atas penutupan Bulan Rosario
di Bulan Mei lalu. Mobil dan bus dapat diparkir di samping tembok hingga
samping tanggul. Lagi, ada sebuah lahan kosong tepat di depan pintu masuk tadi,
yang cukup untuk parkir beberapa mobil. Yuk,
ah! Sekarang kita masuk.
Sebuah kotak besi untuk sumbangan sukarela para
peziarah bagi pembangunan tempat ziarah ini terletak tak jauh dari undakan
menuju jalan salib dan gua. Pertama-tama, kita akan menjelajah ke arah kiri,
mengikuti undakan yang terbuat dari plesteran semen yang merupakan rute jalan
salib. Tapi sebelelum tiba di stasi pertama, ada sebuah hal menarik di Gua
Maria Marganingsih ini. Sebuah patung Bunda Maria berukuran kecil, tidak lebih
tinggi dari setengah meter, mungkin. Diletakkan dalam gua kecil dengan pintu
berteralis. Awalnya kupikir pintu besi itu dipasang untuk mencegah peziarah
meletakkan lilin di dalam gua, tapi, kala itu pintu besi itu dalam keadaan
terbuka dan di dalamnya masih banyak sisa lilin. Setelah mendapat informasi,
ternyata sudah beberapa kali patung Bunda Maria diambil oleh orang-orang yang
tidak bertanggung jawab. Maka, untuk mencegah pencurian patung lagi, dibuatlah
pintu teralis besi itu. Jadilah Bunda Maria yang seperti terpenjara dalam
kerangkeng besi.
Rute jalan salib ini sebenarnya tidak terlalu
panjang, hanya saja jalan salib ini mengikuti kontur bukit di belakang pendopo,
jadi Anda harus siap menaiki belasan anak tangga. Tidak terlalu terjal memang, jika dibanding
jalan salib di Sendang Sriningsih. Lantai plesteran juga bersih, tidak
berlumut, jadi tidak menjadikan alasan untuk enggan melakukan jalan salib.
Rindangnya pepohonan dan asrinya lingkungan sekitar membuat ziarah jalan salib
Anda tetap segar dan menyenangkan. Percaya, deh!
Walaupun rute jalan salib yang terus naik
hingga perhentian terakhir ke-14 ini tidak terlalu terjal, namun jangan sampai
Anda membawa barang atau memakai pakaian yang menyulitkan diri Anda sendiri.
Tidak perlu membawa payung, karena suasana cukup rindang. Cukup topi untuk
beraga-jaga jika Anda takut kepanasan. Setelah menyelesaikan jalan salib, ada
dua rute yang dapat ditempuh setelah melewati replika rumah keluarga kudus dari
Nazareth. Anda ingin turun ke belakang pendopo atau menuju mata air, atau belok
ke kanan langsung ke pelataran gua utama. Pelataran gua utama ini cukup luas.
Mungkin dapat menampung dua hingga tiga ratus orang.
Ssst..! Sedang ada yang berdoa rosario
bersama. Lebih baik kalau aku tidak terlalu pecicilan
dalam mengambil foto agar mereka tidak terganggu.
Nah, jika Anda memilih untuk terus turun
menyusuri undakan landai dengan dipayungi rumpunan bambu menuju mata air,
terdapat juga sebuah rute jalan salib yang cukup kecil. Tiap stasinya disusun
sebelah - menyebelah dalam keramik bergambar peristiwa jalan salib yang
warnanya sudah mulai memerah termakan usia. Ujung dari jalan salib kecil ini
tetap sama di pelataran gua utama.
Sumber air ini sebenarnya berada persis di
belakang pendopo. Sebenarnya peziarah dapat langsung menghampiri sumber mata
air ini setelah melewati pendopo, sebelum naik ke pelataran gua utama. Di
belakang pendopo juga terdapat beberapa album foto yang menjadi saksi bisu atas
proses perubahan pada tempat ziarah ini. Tak hanya perubahan fisik, namun juga
semangat berbagi para peziarah.
Uniknya, sumber mata air ini dibentuk
menyerupai kendi dengan beberapa keran berjejer di bawahnya. Prasasti di
dinding kendi itu tertulis "Tirta Marganingsih" sesuai dengan nama
tempat ziarah ini. Tirta berarti air, Marga artinya jalan, sedangkan ningsih
diambil dari kata sih atau asih, yaitu kasih. Tentunya mengacu pada kasih
karunia Tuhan. Jadi, ini adalah sumber air yang menjadi jalan (media) akan
turunnya kasih karunia Tuhan kepada manusia. Kabar yang beredar, banyak
peziarah yang sembuh dari penyakitnya setelah mengambil air ini. Tentunya jika
dilandasi dengan iman kepercayaan bahwa Tuhan sendiri telah memberikan kasih
karunia-Nya melalui perantaraan air dari sumber air ini.
Gua Maria ini dibangun sekitar tahun 1950-an
oleh keluarga Bp. Max. Somowihardjo (Alm) bersama sang isteri, Ibu M.M. Sukepi
atas rasa syukur dan janjinya kepada Tuhan. Pada awalnya Gua Maria ini hanya
digunakan untuk berdoa bersama keluarga dan sering kali keluarga ini mengajak
umat Katolik sekitar. Hingga pada tahun 1994 setelah Bp. Max. Somowihardjo
meninggal, Rm. M. Sunarwidjaja, SJ yang juga merupakan putera sulung pasutri ini,
beserta kesebelas saudara-saudarinya memutuskan untuk membangun Gua Maria ini
menjadi tempat ziarah yang lebih layak, dan tentunya dapat menampung lebih
banyak umat lagi, hingga pada tahun 2002 tempat ziarah ini diberkati oleh Mgr.
Ignatius Suharyo sebagai Uskup Keuskupan Agung Semarang dan Tirta Marganingsih diberkati
dua tahun setelahnya.
Nah..untuk mencapai tempat ini, cukup mudah.
Jika Anda ingin berziarah kesini menggunakan kendaraan umum, dari Kota
Yogyakarta, naik bus jurusan Solo, turun di pertigaan 'Bendo Gantungan,
Klaten'. Anggap saja sama jika Anda dari Kota Solo, karena dari GPS terdapat
beberapa jalur menuju lokasi ini. Dari pertigaan ini masuk ke arah selatan
(kanan jalan dari Yogyakarta), naik mobil angkutan umum khas Yogya (tanpa saya
menyebut merk atau jenis ya.. hihi..) melewati Wedi, dan turun di Marganingsih
sebelum pasar Bayat. Jangan lupa bertanya terlebih dahulu ongkos angkutan umum
disana.
Jika Anda atau rombongan menggunakan kendaraan
pribadi tanpa GPS dapat juga melewati jalur yang sama seperti jalur angkutan
umum diatas. Jika Anda menggunakan perangkat GPS atau GPS dalam telepon pintar,
dapat memasukkan koordinat 7° 14’ 57” S, 110° 28’ 55” E atau 7.249 S, 110.482 E
sebagai tujuan akhir.
Tips lagi. Jika Anda berhenti selama perjalanan
untuk menanyakan arah ke Gua Maria Marganingsih ini, jangan serta merta
mengatakan, "Mau ziarah ke Bayat", karena di Kecamatan Bayat terdapat
pula petilasan (makam) Sunan Bayat/ Sunan Tembayat, seorang yang dulunya penyebar
Agama Islam di daerah ini. Ada baiknya Anda cukup mengatakan jika ingin ke
Marganingsih saja.
Selain dari kunjungan, wawancara dan pengamatan pribadi, cerita ini juga disadur dari beberapa tulisan mengenai Gua Maria Marganingsih di www.guamaria.info dan katolik-id.blogspot.com
Selamat Berziarah!
Salam, Doa dan Berkah Dalem :)
Komentar