Bunga Mawar Yang Gaib, Doakanlah Kami



LOKASI
Gua Maria Sancta Rosa Mystica, Mater Divinae Gratiae, Tuntang

Alamat: Desa Banyu Urip, Delik, Tuntang, Kab. Semarang, Jawa Tengah

Koordinat: 7° 14’ 56.44” S 110° 28’ 56.2” E


DISCLAIMER
Cerita ini berisi perjalanan menuju tempat-tempat ziarah yang disucikan bagi umat Katolik.
Cerita ini tidak bertujuan untuk memaksakan iman kepada umat penganut kepercayaan lain




"Ada yang bisa dibantu, Mas?"
Sebuah suara lelaki mengagetkanku ketika aku sedang celingukan di sebelah kios dengan pelataran luas. Sesosok lelaki paruh baya keluar dari rumah, dengan tulisan 'Y. Subagya' tertempel tepat di atas ambang pintu rumah itu. Tubuhnya kurus. Senyum ramah selalu menempel di wajahnya.

Rupanya beliau sang empunya rumah, bapak Subagya.

Sebelum menimbulkan prasangka buruk, segera aku memperkenalkan diri dan untuk apa aku ada di situ.

"Mau survey, Pak" jawabku.

Obrolan kami berlanjut, tapi nampak pak Bagya terburu-buru.

"Saya mau nyoblos dulu" kata beliau.

Memang hari itu bertepatan dengan pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan di negeri ini. Pemilihan presiden secara langsung, dan beliau sebagai warga negara yang baik hendak menyalurkan aspirasinya.

"Nanti kalau butuh apa-apa langsung hubungi saya saja. Untuk umat, sebisa mungkin bapak dan umat sini bantu" kata prodiakon ini sambil menyiapkan kendaraannya untuk segera menuju TPS desa.

" Sejarah Gua Maria, cari aja di internet, Mas. Banyak kok yang sudah nulis. Bapak tinggal dulu ya" pamitnya singkat.


Aku berada di Desa Banyuurip. Secara harfiah nama desa ini berarti 'air hidup'. Hanya beberapa meter dari rumah Pak Bagya, atau malah tepat di belakang kios tadi, terdapat sebuah sendang (sumber mata air) yang diberi nama sesuai nama desa itu: Sendang Banyu Urip, Sumber Mata Air – Air Hidup. Tentunya bukan serta merta diartikan sebagai air yang punya nyawa hingga dia bisa hidup, tapi sumber mata air yang mana air ini dapat memberikan hidup. Bukankah setiap makhluk membutuhkan air untuk bisa hidup?

Sendang ini berada jauh di bawah jalan. Kita harus menempuh jalan berundak untuk dapat mencapainya. Secara garis besar, terdapat tiga bangunan di dalam sendang itu. Cungkup atau rumah untuk melindungi sendang, dua buah kamar mandi, dan sebuah bangunan lagi berberanda agak lebar dengan satu kamar di dalamnya. Ketika kuintip ke dalam kamar dari balik jendela, terlihat sebuah meja kecil dengan sebuah buku, mungkin alkitab, patung Yesus dan Bunda Maria dan beberapa benda lagi di atasnya. Tidak terlalu jelas. Di tembok beranda tertempel sebuah spanduk MMT berisi tulisan nama-nama pengelola tempat ziarah ini. Tidak terlalu jelas terfoto, atau aku yang belum ahli dalam mengambil sudut pemotretan.





 Sik to... Sebentar... Sebenarnya aku sedang ada di mana?

Saat ini aku sedang ada di Sendang Banyu Urip yang merupakan area ziarah Gua Maria Sancta Rosa Mystica Mater Divinae Gratiae, di Desa Bayu Urip, Tuntang, Kab. Semarang. Setelah memeriksa di dalam aplikasi terjemahan bahasa asing, tempat ziarah ini berarti 'Santa Mawar Gaib, Bunda (Ibu) Rahmat Illahi (Tuhan)'. Tentu saja merupakan terjemahan kasar. Karena terlalu panjang, sering hanya disebut dengan Gua Maria Rosa Mystica, Bunga Mawar Yang Gaib, sama seperti salah satu untaian doa dalam Litani Santa Perawan Maria.

Kembali ke sendang.

Sebuah sumur dengan tutup alumunium kubuka. Air di dalamnya tidak terlalu dalam, lagi jernih. Sudah tersedia berbagai macam gayung untuk memudahkan peziarah mengambil air. Kebetulan aku sudah menyiapkan sebuah botol bekas air mineral untuk wadah air ini. Sebuah patung Bunda Maria kecil bergaun kuning gading dengan tiga macam bunga mawar tersemat di dada-Nya diletakkan di sudut dinding. Sebuah pelat besi bertulisan "Per Mariam Ad Jesum" berada di belakang sendang.




Entah kenapa, dari waktu aku berada di sendang, mengambil foto, mengamati foto-foto itu sampai saat aku menulis cerita ini terasa merinding. Aku hanya merasa sedang diawasi ketika ada di sendang.

Kok jadi horor gini?

Di sebelah cungkup juga merupakan stasi awal dalam rute jalan salib. Tentunya peziarah harus menempuh jalan berundak di tiap stasi hingga mencapai perhentian terakhir. Untuk peziarah yang ingin melakukan jalan salib setelah matahari terbenam, sebaiknya juga menyiapkan penerangan tambahan, karena hanya ada beberapa titik lampu di sepanjang via dolorosa ini.





Setelah melewati stasi ke-4, peziarah harus menaiki tangga batu yang lebih banyak lagi untuk mencapai perhentian selanjutnya. Terpotong jalan desa, dan kita harus menaiki belasan anak tangga lagi menuju stasi ke-5 dan seterusnya, yangmana sudah menaiki bukit kompleks Gua Maria. Rute jalan salib dibuat sedikit memutari sisi luar bukit sebelum sampai di selasar atas.






Sebenarnya, jika kita menempuh jalur jalan desa tanpa mampir ke sendang dan berdoa jalan salib, dapat langsung naik sampai ke selasar.




Kendaraan para peziarah dapat diparkirkan tepat di samping jalan naik menuju selasar, kecuali bus tentunya.

Meniti anak tangga yang sebagian sudah tertutup lumut menuju selasar sebelum akhirnya masuk ke kompleks gua. Di ujung anak tangga kita akan disambut oleh patung 'Yesus Sang Gembala'. Digambarkan sosok Yesus berkain hitam dengan jubah merah sedang menggendong seekor anak domba, dengan dua ekor domba dewasa di bawahnya sedang mengembik dan memandang ke wajah Yesus. Entah kenapa (lagi) kulihat mimik patung dua domba dewasa itu cukup menyeramkan buatku, sehingga membuatku enggan menyertakannya sebagai foto pelengkap di cerita ini.  Setelah aku membaca beberapa literatur di internet tentang tempat ini, rupanya dulu di bukit ini terdapat roh 'wedhus gembel' yang sering muncul. Setelah para sesepuh melakukan novena dan doa pengusiran roh jahat, di titik itu sekarang didirikan patung Yesus Sang Gembala. Sebuah kotak persembahan dari besi diletakkan di belakang pagar patung itu.
Sebuah pos keamanan terletak di sisi kiri ujung tangga. Seorang petugas keamanan keluar dan menyapaku ramah. Seorang laki-laki berumur dua puluh tahunan.



"Bisa jadi salah satu nara sumber ceritaku tentang tempat ziarah ini" pikirku naif.

"Tempat ini sudah ada sejak tahun 90-an, tapi baru diserahkan untuk dikelola pihak keuskupan (Keuskupan Agung Semarang) di tahun 2011 kemarin. Mgr. Pujo yang meresmikan." Terangnya.

Setelah menanyakan beberapa hal dan sedikit berbasa-basi, aku berpamitan untuk menjelajahi tempat ziarah ini.

Sebuah pohon kersen tumbuh subur di tengah selasar. Selasar ini sebuah tanah lapang terbuka di atas bukit yang seluruhnya sudah tertutup rapi oleh paving block. Selasar ini juga merupakan 'titik pertemuan' antara rute langsung, maupun rute jalan salib. Tentunya, jika melakukan jalan salib, peziarah masih harus berjalan ke beberapa stasi sebelum masuk kompleks gua.


Naik beberapa anak tangga lagi hingga tiba di stasi ke-12 jalan salib. Tiga buah salib dari beton permanen bercat kayu berdiri tegak tepat ketika peziarah menapaki anak tangga terakhir, tentunya hanya sebuah salib dengan korpus Yesus yang hampir seukuran manusia berada di tengah. Ketiga salib itu dikelilingi oleh pagar BRC (alumunium), nampaknya tidak ada jalan akses umat untuk bisa naik hingga lokasi salib, yang mungkin juga titik tertinggi bukit ini.




Sebuah replika patung Pieta berada dalam stasi ke-13. Separuh bagian depannya ditutup kaca, mungkin untuk mencegah peziarah meletakkan lilin di dekat patung, agar kebersihannya selalu terjaga. Sesudah berdoa di perhentian terakhir, umat diajak untuk berjalan melalui jalan setapak sampai pada sebuah pintu masuk kecil di belakang gua.


Gua Maria ini dibuat dengan sederhana. Hanya sebuah gua untuk pemimpin ibadat dengan sebuah altar kecil di depannya, dan sebuah patung Bunda Maria dengan wajah seorang wanita jawa yang ditahtakan di sebelah kanan gua. Lagi-lagi Bunda yang berjubah putih dengan tiga kuntum mawar di dada-Nya. Putih, merah dan kuning (mungkin emas). Beberapa karangan bunga diletakkan di bawah kaki patung. Tidak berlebihan, namun terlihat manis. Pelataran di depan gua ini tidak terlalu luas, namun cukup untuk menampung kurang-lebih seratus umat, bisa lebih banyak lagi jika digabung dengan pelataran luar dan selasar tadi. Dari luar, pelataran gua terlihat sejuk dan menenangkan. Betapa tidak? Karena tempat ini berada di atas bukit di tengah desa terpencil. Sangat jauh dari keramaian. Hanya suara alam, angin yang lembut menerpa wajah, dan sayup-sayup terdengar suara dari pengeras suara di masjid atau surau desa. Namun jangan sampai Anda terbuai suasana di atas sana hingga melalaikan kewajiban untuk berdoa, melainkan untuk beristirahat, leyeh-leyeh, atau bahkan tidur!









Setelah berdoa dan menyalakan lilin dalam sebuah cungkup di samping kanan patung Bunda, sebelum pulang, jangan lupa menyempatkan untuk selfie dulu..hehe..


Tempat yang sejuk dengan pemandangan asri, rute jalan salib yang cukup melelahkan, beberapa perasaan yang sempat membuatku merinding, dan tentunya saat dimana dapat mendekatkan diri lebih kepada Tuhan. Tempat ini tak mudah dikunjungi, terutama buat Anda para backpacker, karena saya tidak melihat, bertemu maupun berpapasan dengan angkutan umum selama perjalanan menuju lokasi.


Jika Anda yang ingin berziarah kesini datang dari utara (Semarang), sampai melewati Bawen ke arah Salatiga/ Solo. Sampai cerita ini ditulis, jalan tol Semarang – Solo baru sampai tahap exit Bawen, jadi bagi Anda yang menggunakan bus antar kota jangan khawatir terlewat. Hanya beberapa meter setelah melewati Jembatan Tuntang, dengan pemandangan Rawa Pening di sisi kanan Anda, akan ditemui sebuah pertigaan kecil. Ciri-cirinya, ada sebuah pos polisi tepat di ujung pertigaan, dan sebuah tugu batu. Sampai disini, bagi backpacker silakan menggunakan jasa ojek. Belok kiri, masuk ke pertigaan dan menyusuri jalan berkelok sampai di sebuah stasiun kereta api tua, Toentang. Kalau mau mampir dulu, boleh, kok.




Lanjut jalan melewati perkebunan karet. Beberapa kilometer terasa membingungkan, tapi teruslah melaju, karena tepat di terowongan rel kereta mulai terpasang baliho penunjuk menuju lokasi ziarah ini. Jalanan disini masih dikategorikan sebagai jalan antar desa, jadi jangan keasyikan menggeber gas walaupun relatif lengang. Sampai melewati sebuah gereja stasi tepat di kiri jalan, menandakan Anda sudah menempuh separuh perjalanan. Gereja St. Pius X Stasi Karanganyar, sayang tidak sempat berhenti untuk memotret, karena keasyikan melaju di jalan beton yang menurun.  Oiya, lokasi ziarah ini masih berada dalam lingkup Paroki St. Paulus Miki Salatiga.



Ada sebuah pertigaan kecil dengan tikungan tajam ke kiri. Beberapa penunjuk arah ada di sana, sangat kebangetan kalau Anda sampai tersasar. Masih melewati perkebunan karet, tapi kali ini sedikit menanjak dengan beberapa ruas jalan aspal yang berlubang.



Dan..Hap! Lega rasanya ketika sudah mendapati baliho terakhir. Hanya beberapa ratus meter kedepan lagi. Sebuah papan penunjuk yang lebih kecil menempel di sebuah kios kecil, memperlihatkan rute menuju gua dan sendang. Sayang ada pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab menempel beberapa poster promosi di papan penunjuk arah ini.



Nah, beberapa meter di depan terdapat sebuah percabangan jalan. Sesuai peta tadi, jika Anda ke kiri mengikuti jalan menanjak akan tiba di 'pintu utama', undakan langsung menuju selasar gua, dan jika Anda lurus akan tiba di kios yang juga dapat menjadi tempat parkir, sebelah rumah Bp. Y. Subagya. Langsung menuju sendang dan melakukan doa jalan salib.






Jika Anda dari selatan (Solo/ Salatiga) ada dua jalur yang dapat ditempuh. Jika kendaraan yang Anda tumpangi lewat Jalur Lingkar Salatiga (JLS), keluar dari Kota Salatiga ke arah Semarang, tapi sebelum Jembatan Tuntang, belok kanan di titik yang sama seperti jika Anda datang dari utara.


Kalau kendaraan yang Anda tumpangi lewat Kota Salatiga, menuju bundaran kota (sebarnya jalan menuju pasar besar sudah dijadikan jalan satu arah, jadi Anda harus pandai-pandai cari jalan menuju bundara kota). Kalau bingung tanya saja orang lokal arah menuju 'Ramayana', karena di salah satu sudut persimpangan jalan itu terdapat sebuah Dept. Store besar; atau bertanya arah menuju Bringin (Kab. Grobogan). Hanya sekitar 12 km dari bundaran 'Ramayana' (yang sebenarnya Jl. Pattimura) melewati jalan beton menuju pertigaan ke arah Gua Maria Rosa Mystica. Kalau jeli, Anda juga akan melewati satu lagi gereja stasi.

Sebenarnya dari Sendang ke arah utara dapat langsung tembus ke daerah agro wisata Bawen, tapi berhubung tidak sempat menjelajah, jadi lain kali saja akan lewat jalur itu.

Beberapa tips tambahan untuk Anda yang tertarik untuk berziarah ke Gua Maria Sancta Rosa Mystica, Mater Divinae Gratiae, Banyu Urip, Tuntang, Kab. Semarang ini. Selalu kenakan pakaian  dan alas sepatu yang nyaman, karena Anda akan banyak mendaki di sana. Tapi, jangan lupa tetap mengenakan pakaian yang sopan.

Walau sudah ada beberapa kios di sekeliling lokasi, tak ada salahnya kalau Anda menyiapkan makanan-minuman untuk disantap bersama keluarga. Saya tidak menemukan adanya warung makan. Botol atau jerigen untuk wadah air sendang juga dijual di kios-kios itu, selain makanan-minuman ringan, keripik singkong lokal, dan beberapa cindera mata.


Jika Anda berasal dari luar kota, atau luar provinsi, dapat menghubungi umat, petugas, para pemilik kios, atau Pak Bagya yang dengan senang hati sudah menawarkan bantuan untuk masalah akomodasi. Walau belum ada informasi tentang rombongan peziarah yang menginap, tapi paling tidak untuk masalah konsumsi, umat disana dapat membantu. Anda dapat menghubungi Gereja St. Paulus Miki, Salatiga di telp (0298) 324076 atau fax (0298) 312268.

Uang persembahan untuk dimasukkan di kotak-kotak persembahan. Nggak usah dipamerin berapa persembahan Anda, karena sesuai ajaran-Nya sendiri, "... Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu..." (Mat 6:3).

Jangan lupa uang parkir kendaraan. Walaupun hanya tertera tarif untuk kendaraan roda 4 dan 6, tapi tidak ada salahnya jika Anda yang mengendarai kendaraan roda 2 ikut berpartisipasi memberikan uang kebersihan lokasi parkir ziarah.



Segala kesusahan dan kecemasan menuju tempat ini terbayar sudah, terlebih ketika sudah duduk menyepi bersama alam, mencoba berbincang dengan Tuhan melalui perantaraan bunda-Nya, Maria.







Bunga Mawar Yang Gaib, Doakanlah kami.
                                                                                          



Selamat Berziarah!



Salam, Doa dan Berkah Dalem :)


NB. Sesuai saran dari Pak Bagya untuk mencari informasi lebih dalam tentang sejarah Gua Maria ini, maka ada beberapa literatur yang saya ambil dari http://www.guamaria.info

Komentar

Aditya Meilia mengatakan…
ijin menggunakan salah satu foto di blog saya ya mas. Saya kasih sumber. terima kasih :)
vinceney mengatakan…
Monggo saja mbak, semoga bermanfaat :)
Nicolas wahyu mengatakan…
Mau tanya apakah naik bus seat 30 an sudah bisa masuk sampai ke sendang ya??
Atau harus carter mobil lg dari jalan raya??
Thanks/
vinceney mengatakan…
Bisa pak, bus besar bisa langsung parkir di depan warung/ rumah warga tepat di dekat jalan masuk sendang, apalagi kondisi jalan sekarang sudah lebih bagus.
Semoga bisa membantu.
Berkah Dalem