Berziarah di Masa Pandemi: Dapatkah?

Hantaman badai pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020 hingga menjelang akhir tahun 2021 ini yang masih belum terlihat titik terang menuju kesembuhan total, berimbas pada beberapa sektor dalam kehidupan. Sebut saja sektor ekonomi dan pariwisata, pendidikan, keagamaan, dan yang paling terdampak tentunya dalam sektor kesehatan.

Tidak sedikit yang meninggal akibat pandemi ini,meskipun banyak juga yang bisa melewati serangan virus ini hingga dapat mencapai kesembuhan. Selama dua tahun ini juga vinceney vakum dalam menulis. Bukan karena sakit, tapi memang harus menaati anjuran pemerintah untuk membatasi mobilitas. Meskipun belum pernah "berkenalan" dengan virus ini, namun tidak sedikit dari kerabat dan anggota keluarga vinceney yang pernah terpapar, melakukan isolasi baik mandiri di rumah, di tempat karantina maupun perawatan di rumah sakit. Banyak dari mereka yang berhasil sembuh, walaupun ada juga yang berakhir dengan meninggalkan keluarga untuk selama-lamanya.

vinceney harap para pembaca selalu diberi kesehatan, baik yang sudah pernah terpapar virus ini maupun belum, mematuhi protokol kesehatan terutama di tempat-tempat umum dan menerima vaksin.

Gereja di seluruh dunia juga mengalami dinamika serupa. Di Indonesia, gereja sebagai sebuah institusi keagamaan, selama dalam masa pandemi ini berada pada jalan yang sama dengan anjuran dari pemerintah, selain untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona, juga memandang keselamatan umat harus diprioritaskan. 

Masih segar dalam ingatan, Gugus Tugas Penanganan Dampak Covid-19 Keuskupan Agung Semarang (KAS) menerbitkan beberapa surat edaran. Isinya mengenai panduan-panduan penyelengaraan peribadatan baik di rumah-rumah ibadat hingga klompok-kelompok umat, dan beberapa surat penutupan sementara tempat-tempat ziarah karena akan dikhawatirkan menimbulkan kerumunan. Namun, seiring berjalannya waktu, tingkat penularan virus Corona di beberapa wilayah sudah mulai menurun. Pemerintah pusat belakangan menetapkan beberapa daerah sudah berada pada level terendah untuk penyebaran pandemi, dan KAS menanggapi dengan memperbolehkan pengelola tempat-tempat ziarah di wilayah KAS untuk membuka kembali pintu-pintu mereka, namun tetap dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Sekaligus dalam rangka penutupan Bulan Rosario pada Oktober 2021 ini (sering tertukar dengan Bulan Maria di Bulan Mei), vinceney akan memberikan beberapa tempat ziarah yang sudah dapat dikunjungi di wilayah KAS. Hanya mampu memberikan beberapa dahulu karena keterbatasan waktu untuk dapat mengunjungi satu persatu. Beberapa tempat akan vinceney berikan foto pelengkap (dan seperti biasa menggunakan editan dengan tingkat saturasi tinggi yang super menyakitkan mata biar nggak diambil orang hehe..), beberapa diunggah tanpa editan, namun ada juga yang tidak sempat terdokumentasikan.

Maka, ini dia tempat-tempat ziarah tersebut:

Gua Maria di dalam Kota Semarang

1. Gua Maria Sartika

link lokasi: klik di sini

Karena status Gua Maria ini masih bersifat lokal dan dikelola oleh lingkungan, maka tidak ada petugas yang memeriksa peziarah.

Sudah disediakan air dan sabun untuk mencuci tangan oleh pengelola. Umat yang berminat berziarah dapat melakukan protokol kesehatan secara mandiri.



2. Gua Maria Ngaliyan

link lokasi: klik di sini

Gua Maria yang terletak di belakang gedung Gereja St. Henricus yang -sudah tidak lagi digunakan untuk kegiatan peribadatan- cukup luas dan umat dapat dengan mudah masuk meskipun pagar gereja ditutup, tapi di jam kerja tidak dikunci, kok, tapi kalau Anda ragu-ragu lebih baik tidak usan membuka pagar dan masuk. Beberapa kali vinceney berkunjung di siang hari, suasana cukup tenang, namun karena cuaca terik dan tidak ada bangku di depan gua, maka cukup mnyulitkan untuk berdoa dari bangunan parkir kendaraan.

Tidak disediakan air dan sabun untuk mencuci tangan, umat melakukan protokol kesehatan secara mandiri.



3. Gua Maria Ibu Talanging Sih

link lokasi: klik di sini

Sebuah siang ketika vinceney mengunjungi tempat ini (saat Kota Semarang masih masuk dalam PPKM level 3), terlihat lengang karena sekolahan yang menjadi satu kompleks dengan Gua Maria dan kapel ini tidak mengadakan kegiatan belajar mengajar karena dampak pandemi. Portal besi yang memisahkan antara jalan menuju pelataran gua dan lapangan sekolah terlihat ditutup, namun seorang lelaki sepuh yang tengah berada di situ memberi isyarat untuk kami dapat masuk memutari portal. Mungkin Gua Maria ini juga ditutup (kala itu) untuk kegiatan berskala rombongan.

Tidak terdokumentasi karena nggak enak berlama-lama di sana dengan kondisi saat itu.


Dari Kota Semarang agak jauh dikit..

4. Gua Maria Kerep, Ambarawa

link lokasi:klik di sini

Tempat ziarah yang sangat populer, tidak hanya untuk umat Katolik di Kota Semarang dan sekitarnya, namun juga umat-umat Katolik di kota bahkan provinsi lain, setidaknya di Pulau Jawa. Dan, makin populer tempat ziarah itu, tentunya calon pengunjung juga banyak. Maka perlu adanya protokol kesehatan yang super ketat. Ndak, sih.. Terlalu lebay kalau menulis 'super', mungkin cukup dengan 'sangat ketat' saja. 😄😄

Setelah diterbitkan surat edaran dari Gugus Tugas Penanganan Dampak Covid-19 Keuskupan Agung Semarang perihal diperbolehkan dibukanya kembali tempat ziarah, pengelola tidak mau mengambil risiko dengan memperbolehkan semua pengunjung untuk masuk. Jika diantara pembaca sangat familiar dengan tempat ini, jika sebelumnya dari tempat parkir dapat langsung menyeberang jalan menuju gerbang masuk, maka kali ini pengunjung harus antre terlebih dahulu untuk dilakukan pendataan. Setelah lolos di tahap ini, pengunjung akan diberikan tanda pengenal berupa gelang kertas dengan warna tertentu yang berbeda setiap harinya untuk dapat masuk dan mencegah penggunaan kembali.

 Nah, kalau sering ke sana akan mengoleksi gelang warna-warni 😁😁

 

GMKA menerapkan sistem satu pintu masuk dan keluar, sekali lagi untuk mencegah tidak terpantaunya pengunjung. Di pintu masuk, pengunjung terlebih dahulu berbaris untuk dapat melalui pemindai suhu tubuh yang sudah canggih. Terdapat juga petugas di gerbang masuk ini, sehingga yang memiliki suhu tubuh di atas 37 derajat celcius segera dicegah untuk masuk.

Di pelataran gua, sudah disediakan kursi yang disusun dengan jarak tertentu sehingga peziarah cukup duduk di tempat-tempat yang sudah disediakan. Rute jalan salib dan ruang adorasi tetap dibuka. Jika sudah dirasa cukup, pengunjung yang akan keluar diarahkan melalui jalan di belakang gedung pengelola, samping taman (taman GMKA juga ditutup bagi pengunjung, loh) hingga menuju gerbang keluar di seberang gerbang parkir.


 

Di Bulan September lalu ketika vinceney berkunjung, GMKA dibuka hanya pada jam tertentu, yaitu 13:00 - 14:00. Semoga setelah status Kota Semarang dan sekitarnya telah ditetapkan menjadi PPKM level 1, ada perubahan juga pada waktu kunjungan. 

Disediakan banyak tempat mencuci tangan, protokol kesehatan ketat diberlakukan, umat dimohon untuk selalu mematuhi.

Tenang, pujasera tetap buka meskipun tidak semua gerai buka 😁.

 

5. Gua Maria Rosa Mystica, Tuntang

link lokasi: klik di sini

Ada yang menarik, yaitu pada Hari Sabtu-Minggu, tanggal 25-26 September 2021 lalu GMKA ditutup untuk peziarah karena "dipinjam" sebagai lokasi penerimaan vaksin. Banyak calon pengunjung yang sudah datang (termasuk vinceney) yang kecele. Sebagai alternatif lokasi ziarah dan doa terdekat sekitar setengah jam perjalanan menggunakan kendaraan adalah Gua Maria Rosa Mystica di Tuntang, Kabupaten Semarang. Maka, tiba-tiba tempat ini menjadi lebih ramai karena "limpahan" peziarah dari GMKA.

Di pertengahan Bulan Mei 2021, telah dilakukan pemberkatan Patung Bunda Maria Rosa Mystica oleh Bapa Uskup Keuskupan Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko dan pemugaran di beberapa sudut kompleks gua tentunya menjadi salah satu magnet baru bagi tempat ziarah ini.


Di Bulan Mei 2021 pada hari biasa ketika vinceney datang, tidak ada petugas pengukur suhu tubuh dan pencatat identitas pengunjung, namun pada Bulan September 2021 di Hari Minggu, sudah ada beberapa orang yang bertugas mengukur suhu tubuh pengunjung dan mencatat identitas. Tapi, karena di hari itu jumlah pengunjung cukup banyak, para petugas tampak kewalahan sehingga banyak dari pengunjung yang tidak diukur suhu tubuh dan dicatat identitasnya.

Disediakan botol berisi hand sanitizer untuk digunakan pengunjung sebagai ganti mencuci tangan (tapi bukan untuk dibawa pulang ya 😄).


6. Gua Maria Pereng, Getasan

link lokasi: klik di sini

Dari Rosa Mystica, Tuntang, perjalanan dilanjutkan ke arah selatan sekitar 45 menit dengan kendaraan pribadi menuju Gua Maria Pereng, Getasan, Kabupaten Semarang.

Pengelola juga memberikan kebijakan satu pintu baik masuk dan keluar. Dari tempat parkir kendaraan sebelum turun ke kompleks gua, sudah ada beberapa petugas keamanan untuk melakukan pengecekan suhu tubuh calon peziarah. Tidak ada pencatatan identitas pengunjung. Di pelataran doa tidak diberikan tanda untuk menjaga jarak, tapi dari beberapa kali vinceney melakukan kunjungan ke tempat ini selama masa pandemi, pengunjung lain sudah melakukan protokol kesehatan dengan kesadaran sendiri.


Pengelola sudah menyiapkan beberapa tempat cuci tangan dan sabun di area pelataran doa. Pengambilan air masih dapat dilakukan secara mandiri oleh pengunjung.

 

7. Tempat Doa dan Semadi Kendalisodo

link lokasi: klik di sini

Hanya menempuh waktu sekitar empat puluh menit menggunakan kendaraan pribadi dari Kota Semarang (setidaknya dari kediaman vinceney 😅) sebuah tempat doa dan semadi yang sesungguhnya karena jika beruntung dapat terhindar dari hiruk pikuk kegiatan masyarakat (ya, setidaknya tidak ketika vinceney datang, sedikit terganggu dengan suara letusan petasan akamsi).

Banyak yang sudah mengalami pemugaran dan perbaikan dari terakhir berkunjung, meskipun tangga menuju pelataran doa masih sangat terjal. Tempat ini sangat tidak direkomendasikan untuk pengunjung yang sudah sepuh atau dengan gangguan sendi.

Pengelola sudah menyediakan tempat cuci tangan dan sabun cair di pelataran parkir kendaraan roda dua, tidak ada pengaturan tempat duduk, sehingga pengunjung diharapkan untuk dapat mengatur tempat duduk sesuai protokol kesehatan secara mandiri.



DIY, Lebih Jauh Lagi dari Kota Semarang

8. Gua Maria Sendang Sriningsih

Terletak di wilayah administratif Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman DIY,
Gua Maria Sendang Sriningsih juga salah satu tempat ziarah favorit bagi umat Katolik. 


 Sebenarnya vinceney dulu sudah pernah ke sini di tahun 2012 sebagai salah satu awal tercetusnya ide "Religious Ride Report" tapi, saking ngos-ngosan menapaki undakan terjal pakai riding gear lengkap, sampai pelataran gua, fotonya nge-blur semua, jadi dirasa kurang layak buat dipost. 😂😂😂😂 Yang ada hanya foto-foto di pinggir sawah selama perjalanan menuju Sriningsih yang kemudian dijadikan gambar di laman utama blog ini.

Sampai akhirnya di tahun 2021 baru bisa datang lagi ke sini, postingan menyusul. Tempatnya sudah banyak berubah, terutama sekarang sudah dibuatkan area parkir di atas dekat kompleks gua, jadi pengunjung tidak perlu berjalan terlalu jauh hingga gerbang masuk.

Selama masa pandemi, pengelola sudah memasang banyak spanduk untuk mematuhi protokol kesehatan. Pun, beberapa tempat cuci tangan sudah disediakan. Namun, karena pelataran doa tidak terlalu luas, pengunjung untuk dapat mengatur jarak tempat duduk secara mandiri atau sesuai tempat yang sudah ditandai pengelola.


9. Gua Maria Sendangsono

Tempat ini juga menjadi salah satu primadona tempat ziarah umat Katolik. Menjadi tonggak sejarah Gereja Katolik di Pulau Jawa, yaitu pada tahun 1904 silam sebanyak seratus empat puluh satu inlander -warga setempat- menerima baptisan oleh Romo Van Lith, SJ. Iya..Romo asal Belanda yang namanya diabadikan menjadi nama sebuah SMA yang cukup bergengsi di Muntilan hingga sekarang dan makamnya juga tak jauh dari sekolah itu. Nggak sejauh dari Muntilan ke Jogja, kok 😁😁.

Karena tempat ini cukup populer, dari semenjak vinceney kecil sering diajak ke sini, terlebih ketika masuk usia remaja bersama rekan-rekan mudika beberapa kali melakukan perjalanan  bermotor ke sini dan menginap di rumah warga di belakang gua yang memang dijadikan sebagai guest house. Tunggu cari foto-foto lamanya dulu sebagai pembandingan lokasi atau sekadar nostalgia, lalu kemudian akan ditulis ulasannya.

Selama pandemi, pengelola menutup keran-keran air yang biasa dipergunakan umat untuk mengambil air. Sebagai gantinya, pengelola sudah mengemas air-air suci ini ke dalam botol plastik kemasan 100 ml. Pengunjung hanya tinggal mengambil dan memasukkan uang persembahan ke dalam kotak, tapi sangat disayangkan para penjaja di gerai-gerai sepanjang jalan masuk tetap gencar menjajakan botol dan jeriken kosong kepada calon pengunjung sehingga banyak juga peziarah yang kecele karena tidak bisa mengambil air sepuasnya. Sama seperti di GMKA, pengelola melakukan sistem alur satu pintu untuk pengunjung agar tidak terjadi tabrakan antara pengunjung yang datang dengan pengunjung yang hendak keluar.

Pengelola juga sudah menyiapkan tempat mencuci tangan lengkap dengan sabun cair tepat setelah gerbang masuk. Terdapat petugas untuk mengecek suhu tubuh pengunjung dan mencatat data pengunjung. Batasan waktu berdoa dan imbauan untuk menjaga jarak masih sering diabaikan oleh para pengunjung sehingga banyak terlihat pengunjung yang  bergerombol dan penumpukan jumlah pengunjung di pelataran doa.


10. Gua Maria Welas Asih


Hanya berjarak sekitar 5 km atau 15 menit perjalanan menggunakan kendaraan pribadi dari Gua Maria Sendangsono. Dari patok prasasti yang ada tertulis angka tahun 2003. Terletak di tengah desa dan kawasan hutan, medan menuju lokasi cukup sulit dijangkau dengan mengendarai mobil karena tidak akan mungkin berpapasan dengan mobil lain dengan sisi satu tebing dan sisi lainnya adalah jurang. Kecuali Anda adalah seorang tracker pasti medan ini sangat menantang untuk dijelajahi dengan berjalan kaki. Kendaraan roda 2 merupakan moda yang tepat jika ingin mengunjungi tempat ini, jangan berharap terlalu banyak jika Anda bersama rombongan ingin mengunjungi tempat ini menggunakan minibus atau bahkan bus.

Lokasinya masih sepi dan tenang. Sesekali terdengar suara raungan knalpot motor dari warga lokal yang rata-rata sudah memodifikasi kendaraannya agar dapat melibas track pegunungan yang terjal dengan jalan berbatu sambil membawa rumput untuk pakan ternak di jok belakang kendaraannya.

Pengelola tidak menyediakan tempat mencuci tangan, masih belum ada kursi atau alas duduk lain untuk pengunjung (mungkin masih disimpan). Sarana toilet masih belum lengkap dan tidak ada kios yang menjajakan makanan dan suvenir. Ulasan lebih lengkap akan diterbitkan selanjutnya.


11. Gua Maria Lawangsih



  Masih dari wilayah administratif Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebuah Panti Doa bernama Gua Maria Lawangsih berada. Dari prasasti yang ada angka tertua yang tertulis adalah tahun 2010 ketika tempat ini diresmikan oleh Bupati Kulon Progo, baru tiga tahun setelahnya Uskup Keuskupan Agung Semarang, (Alm) Mgr. J. Pujasumarta memberkati tempat ini. Tentunya umat dan romo-romo di Paroki Administratif Pelem Dukuh sudah merintis adanya tempat ziarah ini bertahun-tahun sebelumnya.

Pengelola sudah menyediakan tempat untuk mencuci tangan (tapi pada waktu vinceney berkunjung, air tidak mengalir dari keran), beberapa banner berisi imbauan menaati protokol kesehatan juga sudah dipasang di tiang pendopo. Di dalam pendopo ada meja dan sudah tersedia hand sanitizer, thermometer tembak dan buku untuk mencatat data pengunjung. Karena waktu itu sudah sore, dan bukan di Hari Minggu, jadi tidak ada petugas yang melayani pengunjung. Asumsinya sih, mungkin ada petugas tertentu di Hari Minggu ketika banyak pengunjung. Jam buka dibatasi dan tidak boleh menginap di kompleks panti doa ini. 


Di pelataran gua tidak ada penyusunan kursi untuk peziarah, tapi bangku kecil untuk berdoa di dalam gua panti semedi sudah tersusun. Karena selain gua ini sempit, juga untuk memudahkan peziarah. Tangga menuju pelataran gua dari tempat parkir cukup panjang, dan pengidap claustrophobia tidak disarankan mengunjungi tempat ini. 

Ulasan lebih lengkap akan menyusul untuk diterbitkan.


12. Gua Maria Jatiningsih

 Bukan menjadi sebuah rahasia jika di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat banyak tempat ziarah untuk umat Katolik, bahkan jika mengetik dengan kalimat kunci "Gua Maria di Jogja" di mesin pencarian internet, tidak hanya situs-situs bertema Katolik dan kekristenan yang menulis (termasuk blog ini hihihi..😁😁) namun beberapa situs berisi narasi hasutan dan provokasi dari kelompok lain yang merasa imannya terancam juga ada (you know, lah 😝). 

 Memasuki daerah administratif Kabupaten Sleman, berada di tepi Kali (Sungai) Progo terdapat Gua Maria Ratu Perdamaian, Sendang Jatiningsih atau kerap hanya disingkat menjadi Gua Maria Jatiningsih, di Paroki Klepu. Peziarah dapat berdoa dengan tenang ditemani embusan angin dari rindangnya pepohonan dan suara derasnya air yang menghantam bebatuan di dasar Kali Progo.


Dirintis sejak tahun 1986, rute peziarah di Gua Maria ini sudah diatur menjadi berputar agar tidak bertabrakan antara pengunjung masuk dan keluar. Memasuki kompleks gua, pengunjung diwajibkan untuk diukur suhu tubuh dan menulis data diri di buku besar yang sudah disediakan yang dilayani dengan ramah oleh petugas di pos tersebut. Beberapa spanduk berisi imbauan untuk menaati protokol kesehatan juga sudah dipasang di beberapa titik di kompleks tempat ziarah ini. Kursi-kursi untuk berdoa di depan Gua Maria sudah ditata, kecuali di depan replika patung pieta. Jam buka juga sudah dibatasi untuk mencegah adanya peziarah yang datang berkunjung malam hari, apalagi sampai menginap di sini.

Ulasan lebih lengkap akan diterbitkan setelahnya.


13. Gua Maria Watu Blencong


 Berjarak sekitar dua kilometer dari Gereja St. Theresia Liseux, Boro, gereja yang dibangun oleh Romo JB. Prennthaler, SJ. Iya, misionaris asal Austria yang menjalankan misinya di Pegunungan Menoreh pada tahun 1920 yang kemudian membuat lonceng besar sebagai tanda doa Angelus dan Regina Caeli di daerah itu. Gua Maria Watu Blencong sendiri terletak di Dusun Borosuci, Kabupaten Kulon Progo DIY. Menurut cerita sejarah, tanah (mungkin lebih tepatnya bukit) tempat Gua Maria ini merupakan sebuah pemberian dari sebuah keluarga pada tahun 2008 atas ungkapan rasa syukur mereka kepada Allah melalui perantaraan Bunda Maria.

 Pada waktu vinceney mengunjungi tempat ini, masih dalam proses perbaikan di sana-sini. Cukup heran karena banner yang terpasang di tepi-tepi jalan sebagai penunjuk arah menggunakan foto yang berbeda. Setelah dilakukan penelusuran rupanya menggunkan foto dari Taman Doa Bunda Maria Pelindung Keluarga yang berada di kompleks pemakaman Romo JB. Prennthaler, SJ di belakang Gerja St. Theresia Liseux, Boro tadi.

 Tapi, nggakpapa

Tempat ini masih berupa "gubug" sederhana dengan patung Bunda Maria yang ditahtakan di dalam gua buatan. Saya jadi teringat dengan kondisi awal Gua Maria Mawar, Boyolali (cerita dan foto-fotonya bisa klik di sini). Berkat sentuhan tangan Tuhan jugalah, melalui para penderma Gua Maria Mawar dapat dibangun dengan indah, dan vinceney yakin dengan kuasa Tuhan juga, Gua Maria Watu Blencongpun dapat menjadi indah dan megah sebagai tempat doa, permohonan, syukur dan sarana turunnya mukjizat bagi yang percaya akan kuasa-Nya.


Karena masih dalam tahap pengembangan, maka masih belum disediakan tempat mencuci tangan, pengukur suhu, dll.

Rute perjalanan dari Gereja Boro sampai di depan jalan masuk menuju kompleks gua masih cukup lebar, yaaa... sekitar lebar empat meter, karena mobil masih dapat berpapasan dengan leluasa, tapi dari jalan masuk tadi sampai pelataran parkir menjadi hanya selebar satu mobil pribadi. Lagi-lagi harus melanjutkan dengan berjalan kaki menaiki undakan dan jalan tanah.

Ulasan lebih lengkap akan diterbitkan selanjutnya.


14. Pertapaan Bunda Pemersatu, Gedono

link lokasi: klik di sini

Bukan Gua Maria atau tempat berziarah, namun pertapaan ini menawarkan tempat untuk hidup bersama (jangan disalahartikan, maksudnya live-in) untuk merefleksikan diri atau sekadar mengetahui cara hidup para pertapa.

Selama masa pandemi, pengelola membatasi kunjungan dan umat yang berniat untuk live-in bahkan pintu gerbangnya ditutup dan dijaga. Toko pertapaan hanya buka dari jam 11 sampai 2 siang, selebihnya tutup. vinceney yang datang pukul 2 siang lebih sedikit sampai di depan gerbangpun harus memohon kepada penjaga pintu agar diperbolehkan masuk sekadar berbelanja beberapa botol kefir kepada Suster Thres (yang ini jangan dicontoh, ya 😌). Pengunjung yang semula diperbolehkan masuk ke dalam toko, kini hanya dapat memilih barang dari depan pintu dan uang pembayaran barang yang dibeli dimasukkan melalui lubang kecil di tembok.


 ================================================================

Sampai dengan akhir Oktober 2021 ini, karena keterbatasan waktu dan tenaga baru beberapa Gua Maria itu yang bisa dikunjungi.

Jika ada dari para pembaca yang mengetahui informasi terbaru mengenai tempat-tempat yang sudah dibahas di atas (atau jika terdapat misinformasi); dan kalau ada diantara pembaca yang memiliki informasi tempat ziarah umat Katolik lain yang belum pernah diulas di sini dengan gaya yang berbeda (halah..), vinceney akan merasa bersyukur dan berterima kasih jika Anda berkenan untuk berbagi informasi di kolom komentar.


Sekali lagi, semoga seluruh pembaca dikaruniakan kesehatan oleh Tuhan untuk dapat terus berkarya dan melayani Tuhan dan sesama. 

Selalu patuhi protokol kesehatan, terima vaksin dan jangan lelah untuk berdoa agar pandemi ini segera berakhir.


Salam, doa dan Berkah Dalem +


vinceney


Komentar