Sang Ratu Tyasing Kautaman


LOKASI 
Gua Maria Sartika (Sang Ratu Tyasing Kautaman), Semarang


Alamat: Jl. Dewi Sartika, Sukorejo, Sampangan, Kota Semarang


Koordinat: 7° 1' 14.20" S, 110° 23' 4.24" E


DISCLAIMER
Cerita ini berisi perjalanan menuju tempat-tempat ziarah yang disucikan bagi umat Katolik. 
Cerita ini tidak bertujuan untuk memaksakan iman kepada umat penganut kepercayaan lain


Sudah sejak dari awal kuliah sekitar tahun 2003 atau 2004 aku sudah mendengar tentang keberadaan tempat ini. Kebetulan taman doa ini berada hanya beberapa kilometer jaraknya dari kampus almamaterku. Jika diperhatikan dengan seksama, tempat ini terlihat dari pinggir jalan karena memang berada di lereng perbukitan. Namun dulu hanya berbentuk gua sederhana dengan patung Bunda Maria di dalamnya yang membuatku masih enggan untuk berkunjung. Hanya beberapa tahun terakhir saja ketika mendengar bahwa tempat ini sudah dipercantik maka membuatku ingin berkunjung :D

Berada di lereng bukit di bilangan Jalan Dewi Sartika Barat Semarang, sudah sejak tahun 1995 umat Lingkungan St. Agustinus Sukorejo (dulunya bernama Lingkungan Tugu Suharto II) mendambakan memiliki tempat untuk sekedar berkumpul untuk sekedar berbagi atau memperdalam iman. Tanah pemberian keluarga Bapak Subarno ini rencananya hendak dijadikan kapel, namun karena masih banyak umat lingkungan yang tingkat perekonomiannya masih cukup rendah membuat rencana pembuatan kapel ini urung dilaksanakan.


Hingga pada akhir tahun 2001 umat lingkungan memutuskan untuk tidak melanjutkan rencana pembuatan kapel, namun diganti dengan pembuatan sebuah taman doa, dimana tak hanya umat lingkungan tersebut yang dapat menggunakan, namun juga harapannya juga oleh umat Katolik pada umumnya.

Oleh Rm. J. Soekardi, Pr, pastor vikep KAS masa itu memberikan saran agar patung Sang Bunda diletakkan membelakangi makam umum dan menghadap ke sisi utara, sedangkan umat berdoa menghadap ke selatan atau membelakangi 'dunia'. Karena tempat ini berada di lereng bukit, maka tampak jelas pemandangan sebagian Kota Semarang dari pelataran gua. Beliau juga yang memberikan nama pada tempat ini: Sang Ratu Tyasing Kautaman, yang dalam terjemahan bebas dari Bahasa Jawa berarti "Sang Ratu Keutamaan Hati", selain jika diutak-atik juga dapat menjadi kepanjangan dari kata 'Sartika', nama daerah tempat ini.

Jika dirunut lagi, ternyata hanya sekitar enam kilometer saja jarak tempat ini dari rumah.

Cukup kerepotan juga mencari jalan menuju tempat ini walau sudah sejak lama tahu keberadaannya. Tanpa basa-basi aku mampir ke rumah seorang umat di lingkungan itu, Pak Wiyono namanya.

Kenapa belum dipublikasikan? Apakah karena takut terjadi gesekan karena dekat dengan LDII?

"Ooh..bukan itu! Kita selama ini diajarkan hanya takut sama Tuhan, to?" Jawab beliau setengah menggebu-gebu.

Beliau dan keluarganya memang bukan warga aseli. Mereka pendatang dari timur kota, namun pasutri yang mungkin seangkatan dengan orang tuaku ini, cukup aktif di lingkungan dan paroki mereka dulu.

"Karena belum ada izin resmi yang keluar untuk taman doa itu." Katanya melanjutkan.

"Tau sendiri, lah, mau mendirikan gereja saja ngurus izinnya susah minta ampun. Apalagi ini tempat doa. Gua Maria pula."

Selanjutnya beliau menceriterakan perjuangannya sebagai salah satu umat yang turut 'berjuang' mendapatkan izin untuk pendirian Gereja St. Paulus, Sendangguwo, Semarang.

"Seingat Bapak, butuh bertahun-tahun sampai izin gereja itu bisa 'turun'. Tapi pihak yang menolak ya 'itu-itu' saja, kok." Kata beliau sambil memberi isyarat.

Umat lingkungan hanya khawatir kalau izin taman doa belum keluar, namun sudah banyak pengunjung yang memadati, akan lebih mempengaruhi lamanya proses penerbitan izin, maka lebih baik kondisinya seperti ini dulu, peziarah tahu dari mulut ke mulut.

Maka, untuk menghormati umat lingkungan yang sedang berproses memperjuangkan izin, saya tidak akan memberikan rute menuju Taman Doa dan Gua Maria Sartika ini seperti review yang sudah-sudah, namun di setiap foto seperti biasa tetap saya cantumkan koordinat GPS.

Setelah kurasa cukup mendapat informasi, aku menuju lokasi ini.

Beberapa penunjuk arah ditempel di tembok rumah warga. Memang tidak ada papan penunjuk dari jalan utama.





Asri dan nyaman adalah kesan pertama yang kutangkap ketika tiba di sana, meski tempat ini kurasa tidak terlalu luas. Sebuah tembok tinggi sudah berdiri untuk menandakan batas antara taman doa dan jalan menuju TPU di belakangnya. Melepas sepatu dan mulai berjalan berkeliling, dari hall, aula, aku bisa melihat lalu lalang kendaraan di jalan, baik jalan di jembatan besi, jembatan Tugu Suharto dan jalan tol yang melintasi kota.




Di bawah aula berlantai keramik warna jingga itu terdapat perhentian jalan salib kecil. Ya, karena memang tidak banyak lahan yang tersisa, aku bisa maklum kalau pihak lingkungan ingin membuat tiap jengkal tempat ini jadi seefektif mungkin.





Belum semuanya selesai secara sempurna. Pos perhentian ke-10 hingga 14 hanya diletakkan di tembok saja, tapi kurasa tidak menjadi penghalang bagi peziarah untuk tetap khusuk berdoa jalan salib.


Di depan lima pos terakhir itu terdapat pula barang-barang keperluan liturgis, sebuah papan pengumuman hijau yang tertempel site plan dan beberapa kopi artikel tempat itu dari beberapa majalah dan sebuah Patung Pieta.



Melanjutkan rute melewati sebuah jalan setapak kecil yang berakhir di pelataran gua, sudah terpasang sebuah atap plastik (sebenarnya saya kurang tahu apa namanya. fiberglass?) dengan struktur besi untuk memayungi peziarah yang berdoa di depan gua.

Oia, sekali lagi saya tegaskan kalau umat Katolik tidak menyembah patung atau menyembah Bunda Maria. Yang kami sembah tetap Tuhan Allah, hanya melalui perantaraan Sang Bunda kami berdoa. Patung-patung dan gambar-gambar berfungsi sebagai penolong utnuk mendekatkan diri pada Tuhan.

Jadi yang dilarang disini adalah patung berhala yang disembah sebagai Tuhan, bukannya semua jenis patung/ gambar. Inilah yang menjadi sikap Gereja Katolik; bahwa sepanjang gambar dan patung itu tidak disembah sebagai Allah, tidak ada salahnya membuat gambar dan patung. Jangan lupa bahwa gambar dan patung adalah karya seni seperti halnya musik. Jika di gereja-gereja Protestan musik dipakai untuk membawa orang lebih dekat kepada Tuhan, demikian pula di gereja Katolik. Pasti musik itu hanya dianggap sebagai ‘alat’ saja bukan? Kita ke gereja bukan untuk mendengar musik, tetapi Firman Allah yang terkandung di dalamnya. Demikian juga dengan patung/ gambar yang ada di gereja Katolik, hanya merupakan alat saja yang membantu mengarahkan kita pada Tuhan. Tanpa patung dan tanpa musik kita sesungguhnya bisa saja berdoa, tetapi tentu tidak ada salahnya kita memakai keduanya jika itu lebih membantu kita memusatkan hati pada Tuhan.
“Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan” (Kol 1:15)  dan “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14:9).
Di sini kita melihat bahwa Yesus adalah gambaran Allah sendiri, dan sejak saat itu misteri Allah yang tak terlihat menjadi terlihat di dalam diri Kristus. Penggambaran DiriNya yang dalam Perjanjian Lama dilarang, dalam Perjanjian Baru malah dinyatakan di dalam Kristus, yang menjadi gambaran kepenuhan misteri Allah.
Maka alasan Gereja memperbolehkan gambar/ patung Yesus adalah karena Allah-lah yang terlebih dahulu menggambarkan Diri-Nya di dalam Yesus! Maka Katekismus Gereja Katolik #2131 (berdasarkan Konsili Nicea 787 AD) mengatakan, “…Dengan penjelmaan menjadi manusia, Putera Allah membuka satu ‘tata gambar’ yang baru”.
Atas dasar ini Gereja memperbolehkan penggunaan patung, tentu saja tidak untuk disembah sebagai tuhan. Jadi di sini dibedakan 2 jenis penghormatan. Penyembahan, yang hanya kepada Tuhan disebut sebagai “latria”/ adoration, sedangkan penghormatan kepada gambar/ patung Yesus/ Maria/ Orang Kudus, hanyalah sebagai “dulia”/ veneration, seperti halnya kita menghormati bendera kebangsaan. (sumber: katolisitas.org)

Nyaman rasanya berada di atas sana. Suasana yang cukup hening meski dekat dengan permukiman, angin yang bertiup cukup kencang dan rindangnya pepohonan cukup bisa membuatku cukup kerasan di sana.











Bagi Anda yang tertarik mengunjungi Taman Doa dan Gua Maria Sartika ini bisa mengunjungi dengan mengikuti koordinat 7° 1' 14.20" S, 110° 23' 4.24" E atau 7.0206 S, 110.3845 E.

Tidak ada warung di sekitar lokasi ini, namun karena masih berada di kawasan kota, cukup meudah mendapatkan minimarket atau warung kelontong sepanjang perjalanan jika Anda hendak memperbekali diri dengan minuman atau membeli lilin, kalau saja persedian lilin di ruang bawah tadi habis.

Selamat berziarah,



Salam, Doa dan Berkah Dalem :)

Komentar