Langit dan Bumi akan Berlalu, Tapi Perkataan-Ku Tidak akan Berlalu



LOKASI 
Gua Maria Pereng Getasan

Alamat: Kecamatan Getasan, Kopeng, Kab. Semarang

Koordinat: 7° 22' 33.5" S 110° 26' 39.3" E


DISCLAIMER
Cerita ini berisi perjalanan menuju tempat-tempat ziarah yang disucikan bagi umat Katolik.
Cerita ini tidak bertujuan untuk memaksakan iman kepada umat penganut kepercayaan lain






Ini merupakan kali kedua aku datang berziarah ke tempat ini, setelah sebelumnya di 16 Desember 2012 lalu (kalau mau baca cerita cupunya klik link ini). Beberapa kali kudengar cerita bahwa tempat ini sudah mengalami begitu banyak renovasi dan penataan ulang dibanding waktu pertama kali aku berkunjung.

Kali ini aku mencoba lebih memutar lewat Kota Salatiga,  hanya untuk melihat suasana yang berbeda dibanding kalau lewat Jalan Lintas Salatiga (JLS). Suasana kota yang sejuk walau kala itu tengah hari menyapaku lembut, hingga aku melaju naik menuju Getasan. Kira-kira jam satu siang dan kabut belum turun.




Tidak banyak yang berbeda selama perjalanan, dari rambu-rambu sampai suasana gereja di dekat Gua Maria. Sebuah papan besar yang menunjukkan lokasi parkir pengunjung Gua Maria, merupakan hal baru pertama yang kujumpai. Walau masih merupakan lahan parkir miring dengan tanah berbatu, tapi kukira sudah bisa menampung kira-kira sampai dengan tiga puluhan mobil ukuran sedang di dalamnya. Di ujung lahan parkir mobil, ada sebuah bangunan setengah jadi (atau seperempat jadi) yang, sayang sekali, tidak dapat kudapat informasi tentang bangunan ini nantinya untuk apa. Parkir kendaraan roda dua juga sudah disiapkan di tempat khusus, walau awalnya kukira tempat ini kandang atau tempat pembiakan tumbuhan hias..hehe..



Betapa tidak? Tempat parkir kendaraan roda dua merupakan sebuah bangunan sederhana berstruktur bambu dan beratap bentangan tenda biru. Bukan untuk melindungi dari terik matahari, karena lahan parkir kendaraan roda dua cukup rimbun, tapi lebih kepada perlindungan dari hujan yang bisa turun kapan saja. Jika dulu peziarah masih 'numpang' parkir di halaman rumah orang dengan beberapa OMK setempat sebagai petugas parkir, kini sudah ada beberapa kotak parkir di sudut jalan keluar, tapi kali ini tidak ada petugas parkir. Lahan parkir ini berhadapan langsung dengan deretan kios.



Ingat seperti apa kios di Pereng dua tahun lalu? Sekarang sudah jauh tertata rapi, dengan hamparan paving block yang terpasang tidak hanya sebagai jalan setapak, tapi seluruh area pelataran kios, walau belum semua kios terisi. Berbagai tanaman hias ditanam hingga menambah kesan asri dan indah. Dan yang pasti kios 'Mak Minthuk' penjual nasi jagung goreng masih ada di sana. Tak lupa aku menyempatkan untuk menyantap seporsi nasi jagung goreng dan membeli snack oleh-oleh khas Getasan.






Sekarang, mari kita turun!

Jalan berundak menuju pelataran gua (atau dari pelatarn gua menuju lahan parkir) juga jauh sudah lebar dan rapi. Rumput dan berbagai tanaman hias tumbuh subur di kiri-kanan jalan. Sebuah railing (pegangan dari besi) diletakkan di tengah, selain berfungsi untuk pegangan, juga sebagai pembatas jalan antara peziarah yang akan turun dan naik.


Sebuah pendopo sederhana dibangun di belakang sakristi. Tertulis "Tempat Isirahat (makan/ minum/ merokok)". Tentunya pengelola ingin peziarah untuk tidak makan, minum, terlebih merokok, bahkan tidur di area doa. Sebuah papan berisi peringatan kepada para peziarah diletakkan tak jauh dari tempat istirahat. Tapi, tulisan yang terlalu kecil, dan perletakan papan ini yang terlalu tinggi, membuat peziarah kesulitan untuk membaca maksud pengelola.



Sangat disayangkan. Mungkin ini yang membuat poin nomor (1) dan (3) tidak dapat diterapkan dengan baik. Sebenarnya, walau sudah di-zoom, tulisan ini jug tidak terlalu terbaca jelas di layar komputer saya, maklum pengambilannya menggunakan alat jepret seadanya..hehe..
Poin (1) Menjaga keheningan: hand phone dimatian, berbicara seperlunya dan pelan; dan (3) Tidak membiarkan anak-anak bermain di areal pelataran dan doa. Terlihat masih banyak peziarah yang ngobrol (semoga tidak bergunjing, karena saya tidak terlalu memperhatikan obrolan mereka) dengan suara yang cukup keras. Mungkin karena terbuai duduk di bawah tenda yang sejuk di atas lantai dingin dengan suasana asri. Juga, para orang tua tidak mencoba mendidik anak-anak bersikap tenang. Banyak anak bermain kejar-kejaran (dan tentunya) sambil berteriak-teriak kegirangan. Mungkin mereka (anak-anak dan orang tua) kira kalau tempat ini adalah area bermain, sehingga tidak perlu melakukan penghormatan kepada Tuhan.
Memang kita tidak menyembah patung, ukiran dan gambar atau lukisan, tapi semua itu dibuat untuk membantu umat untuk masuk dalam suasana doa. Paling tidak, ajari anak untuk menghargai privasi sesamanya ketika sedang berdoa.

Papan-papan petunjuk sudah dibuat lebih "mewah" dan rapi. Tapi, sekali lagi karena kurang diperhatikan tata letak beberapa papan petunjuk, memuat beberapa dari mereka tidak dapat terbaca dengan baik. Dari atas sebenarnya sudah terlihat banyak sekali perubahan. Diantaranya bangunan sakristi di sebelah altar, beberapa kerangka besi yang disiapkan secara permanen untuk memasang atap terpal jika sewaktu-waktu hujan turun ketika banyak peziarah sedang berkupul, tak kalah, hijaunya rerumputan dan warna-wani tanaman hias yang makin menyejukkan mata.





Sendang (sumber mata air) masih sama seperti kunjunganku dua tahun lalu. Yang jauh berbeda ialah suasana pada rute jalan salib. Tak akan bosan kutulis kalau tempat ini makin hijau dan penuh aneka warna bunga dan tanaman hias. Pada stasi akhir jalan salib sudah dibuat replika penyaliban Yesus. Bedanya, jika dalam peristiwa penyaliban di atas Bukit Golgota, maka disini penyaliban dilakukan di atas bukit berbunga..haha.. Ya sudah..selfie dulu..










Area gua yang dulu bebas, kini ditutup pagar besi. Mungkin gunanya agar  peziarah tidak sembarangan naik hingga mulut gua untuk sekedar memberi bunga, meletakkan lilin atau berfoto, karena kegiatan-kegiatan itu selain mengganggu konsentrasi umat lain, juga hanya akan mengotori gua.





Di sebelah gua masih berdiri megah pendopo, namun kini terdapat sebuah altar di dalamnya. Yang kusayangkan ialah, di atas pendopo itu ditempelkan sebuah plakat bertulis kurang lebih, "altar ini merupakan sumbangan dari keluarga bla..bla..bla.." walaupun pada akhir kalimat ditambahkan "dan seluruh umat".
Ee..ladalah, bukannya Tuhan sendiri sudah berfirman, "... Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu..." (Mat 6:3), kenapa malah memamerkan kepada khalayak? Apakah yang semacam ini dilakukan agar nama keluarga mereka terkenal?
"... Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan..." (Mat 23: 11-12).


Entah kenapa aku teringat sebuah ayat dari Mat 24:35 (paralel ayat Mrk 13:31 dan Luk 23:33) yang kemudian diputuskan menjadi judul cerita ini, walau hanya kuambil sepenggal dan tentunya berbeda konteks dari apa yang sedang dikatakan Tuhan waktu itu kepada para murid-Nya, "... Langit dan Bumi akan Berlalu, Tapi Perkataan-Ku Tidak akan Berlalu..." bahwa, sampai kapanpun, sabda-sabda Tuhan (termasuk dalam Mat 23:11-12 tadi) tidak akan berlalu. Aku menangkap sebagai 'hal yang tidak akan berubah'.
Semoga tidak ada lagi orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Kristus yang hanya mau meninggikan diri mereka namun enggan menjadi yang terendah diantara mereka, yakni pelayan.

Ahh..bagaimanapun juga Tuhan sudah mengetuk, dan banyak umat dan donatur yang sudah mau membuka pintu hati mereka sehingga terwujud tempat ziarah, gua maria dan area doa yang seindah dan senyaman ini.

Berikut juga ada beberapa foto yang sudah diedit sedimikian rupa sehingga (semoga saja) pembaca tidak perlu bingung buka link cerita kunjungan pertama. Sebut saja foto before – after, yakni foto-foto di titik sama (walaupun ada beberapa yang arah pengambilan gambarnya terbalik) antara kunjungan pertama pada 16 Desember 2012 dengan kunjungan kedua pada 9 Juli 2014 yang lalu.









Dan setelah dari Gua Maria Pereng ini, tidak ada salahnya naik lagi ke Dataran Tinggi Kopeng, di lereng Gunung Merbabu.






Selamat Berziarah!



Salam, Doa dan Berkah Dalem :)

Komentar