LOKASI
Gua Santa Perawan Maria Regina, Mojosongo
Gua Santa Perawan Maria Regina, Mojosongo
Alamat:
Jl. Brigjen Katamso, Purbowardayan, Surakarta
Koordinat:
7° 32' 46.2"S 110° 50' 23"E
DISCLAIMER
Cerita ini
berisi perjalanan menuju tempat-tempat ziarah yang disucikan bagi umat Katolik.
Cerita ini
tidak bertujuan untuk memaksakan iman kepada umat penganut kepercayaan lain
Waktu
menunjukkan sekitar jam 12.20 siang itu ketika bus yang kutumpangi berhenti di
depan sebuah mini market. Kupikir karena ada pesanan dari salah satu penumpang
atau kru bus yang ingin sebentar berbelanja. Kupikir tak ada salahnya juga
turun dan merasakan teriknya sinar matahari siang itu, sambil membeli beberapa
butir permen penghangat tubuh. Sudah berjam-jam aku duduk kedinginan di dalam
bus ini. Sambil menikmati permen pedes, dan menikmati suasana sekitar. Ternyata
semua penumpang bus pariwisata ini juga ikutan turun. Kala itu Hari Minggu, 1
Juni 2014, aku ikut rombongan ziarah dari sebuah lingkungan, untuk merayakan
penutupan Bulan Rosario, Mei sebelumnya. Ternyata sebuah papan penunjuk di
ujung gang persis di sebelah mini market ini yang membuat mereka semua ikutan
turun dari bus dan sibuk menyiapkan diri. Owalah..ternyata
aku sudah sampai di lokasi (dari tadi ngapain
aja mas?) Gua Maria Mojosongo, atau
lebih tepatnya: jalan masuk menuju Gua Maria Mojosongo :p
Lokasi ziarah ini punya nama lengkap Gua Santa
Perawan Maria Regina, diberi nama yang sama seprti nama paroki tempat doa ini
berada, Paroki Santa Perawan Maria Regina, Purbowardayan, Surakarta. Karena
tempat ini berada di Kelurahan Mojosongo, maka banyak orang menyebut tempat ini
sebagai Gua Maria Mojosongo. Untuk informasi tambahan, di salah satu kampung
Mojosongo pada tahun 2009 terjadi penyergapan kelompok teroris pelaku
pengeboman Hotel J.W. Mariot &
Ritz-Carlton Jakarta oleh Densus 88, salah satu korban tewas tak lain ialah
Noordin M. Top.
Dari lokasi di depan gang ini sekitar 1,2 km ke sebelah utara dari RS. Dr. Oen Kandang Sapi, menyusuri Jl. Brigjen Katamso, Surakarta. Oke..sekarang kita ikut rombongan masuk ke sebuah gang dengan gerbang yang cukup unik. Gerbang yang dibuat dengan ornamen-ornamen khas jawa, yaitu beberapa tokoh pewayangan, ukiran serta tulisan dalam aksara jawa. Gang ini berukuran cukup lebar untuk dilalui mobil ukuran sedang.
Hingga kira-kira seratus meter melalui jalan
menurun menyusuri gang itu, nampak sebuah kompleks bangunan megah di sisi kiri.
Sekilas tampak seperti sebuah sekolah. Dari kejauhan, tak dapat yang bisa
diamati karena terhalang rimbunnya pepohonan, tapi sesampainya di depan pintu
gerbang utama, kita akan disambut dengan sosok wanita dan lelaki. Bukan romo,
suster, warga sekitar atau OMK, tapi dua buah patung batu seukuran manusia
dengan tangan terbuka menyambut para peziarah.
Karena tidak menemukan informasi mengenai siapa
tokoh yang divisualisasikan dalam wujud patung itu, aku berasumsi patung wanita
menggambarkan Bunda Maria. Wajahnya tertunduk tanpa senyum. Bagiku lebih
terlihat seperti wajah seorang ibu yang kelelahan setelah seharian mengurus
pekerjaan rumah tangga. Ah..mungkin aku hanya berasumsi secara berlebihan.
Patung lelaki di sebelah kanan gerbang membuatku bingung antara menganggap itu
sosok Yesus atau Santo Petrus. Selama ini aku melihat Yesus divisualisasikan
berambut gondrong dan berbadan kurus, jadi mungkin saja ini patung Kefas karena
rambutnya ikal cepak dan bertubuh gempal.
Mencoba melakukan korespondensi kepada umat
setempat, umat paroki lain yang sering mampir ke sini, bahkan bertanya di
laman sosmed Gua Maria Mojosongo juga tidak membuahkan hasil berarti. Jadi,
kita simpan saja asumsi tadi.
Pada awalnya aku menganggap patung-patung ini
hanya sebagai ornamen saja. Namun, ketika aku mengamati peziarah yang masuk dan
keluar lokasi, tampak mereka memegang tangan patung, seakan berjabat tangan
dengan mereka. Tentunya hanya satu patung untuk tiap pintu. Tak heran cat pada kedua
telapak tangan patung ini sudah pudar.
Setelah melewati pintu gerbang tadi, terlihat sebuah
kemegahan dan kemewahan. Sebuah taman berbentuk melingkar dengan sebuah pohon
besar di tengahnya dan sebuah papan yang menunjukkan bahwa lokasi ini merupakan
sumber mata air, serta sebuah prasati marmer yg berisi informasi waktu pemberkatan
sendang oleh Mgr. Ign. Soeharyo, Pr sebagai Uskup Keuskupan Agung Semarang di
tahun 2000 lalu diletakkan tak jauh dari papan tadi. Beberapa pilar setinggi
dada dibangun, dengan sebuah keran air pada masing-masing pilarnya. Air yang
mengalir keluar dari keran itu sangat jernih dan segar ketika kupakai untuk
membasuh wajah.
Tak jauh dari sendang itu, terdapat
diorama kisah sengsara dan wafat Tuhan dalam jalan salib yang dibuat menempel
pada dinding luar kompleks Gua Maria, tepat bersebelahan dengan pemukiman
penduduk. Jarak antar stasi tak terlalu jauh. Maklum saja, karena tempat yang
diresmikan pada Hari Natal tahun 1983 oleh Julius Kardinal Darmaatmaja, SJ,
Uskup Keuskupan Agung Semarang waktu itu, ini memang tak terlalu luas. Bahkan
sebelum pembangunannya di tahun 1975, tempat ini mulanya hanya sebagai tempat
berkumpul dan berdoa rosario bersama oleh umat sekitar saja.
Di akhir doa jalan salib, terdapat
sebuah salib besar berwarna perak, yang diberi nama Salib Yubelium. Selain
depan gua, dan ruang adorasi abadi, ternyata di depan salib juga merupakan
tempat doa favorit para peziarah.
Tepat di samping Salib Yubelium ini terdapat
replika Pieta buatan Michaelangelo, seniman terkenal di abad XIV; juga di
sebelahnya lagi terdapat sebuah monumen berbentuk bulat.
Setelah melakukan doa jalan salib,
terdapat jalan kecil menuju pelataran gua. Sebenarnya gua ini tidak terlalu
besar, lagi mewah. Dari beberapa literatur, aku dapatkan foto-foto suasana gua
sebelum tempat ziarah ini mengalami renovasi besar-besaran sampai menjadi
seperti sekarang, dan kondisi guanya masih sama. Hanya pelataran yang mengalami
banyak perubahan.
"Dulu tidak seperti ini, Cuma gua kecil dan pelataran tempat
untuk doa saja." Terang Yuli, seorang aktivis gereja dari Paroki Karanganyar
yang sengaja kuundang kemari.
Tapi, dia tidak memberikan keterangan
detil tentang kata 'dulu' yang ia sebutkan.
Diamini oleh Wiwik, sang adik, yang
datang bersama-sama. Tambahnya, "Tapi tetap tidak boleh untuk menginap
sama seperti dulu."
Memang, di dekat gua terdapat sebuah
papan informasi, yang pada awalnya isinya kukira 10 program pokok PKK haha..
=))
Nah..ini foto mereka berdua. Sahabat saya dari Paroki St. Pius X Karanganyar, Yuli (kanan) dan Wiwik (kiri), yang paling kiri lagi ialah seorang peziarah yang kebetulan lewat saja.
Pelataran gua ini dibuat terbuka
dengan atap tinggi sehingga sirkulasi udara di pelataran ini tetap lancar. Bangunan
dengan gaya modern ini hanya dibatasi oleh tembok pendek untuk duduk-duduk
peziarah. Tujuh pilar besar dengan ukiran yang menggambarkan ketujuh sakramen
dalam Gereja Katolik menopang atap, berada di luar pelataran. Yang patut
disayangkan, dibawah tiap relief terdapat tulisan dari siapa sumbangan ini
berasal. Tuhan memang sudah mengetuk pintu hati para dermawan, dan mereka
menanggapi panggilan Tuhan untuk membantu pengembangan tempat ziarah ini, tapi
apakah perlu mencantumkan nama? Perlukah orang lain tahu apa yang sudah Anda
sumbangkan demi rumah Tuhan? Perlukah tangan kanan kirimu tahu apa yang tangan
kananmu beri untuk sedekah? (bdk. Mat 6:3)
Di tengah pelataran itu terdapat
sebuah altar dari kayu jati, padat dan kokoh. Di belakangnya terdapat undakan
yang diapit oleh dua malaikat yang meniup sangkakala. Undakan itu menuju pada
sebuah ruangan kecil dengan pintu yang selalu terbuka: kapel adorasi abadi. Di
atas pintu kapel terdapat tulisan besar: Jesus Hominum Salvator. Yesus Sang
Juruselamat Manusia.
Jika peziarah masuk tepat dari depan
altar, nampak rancu, apakah sebenarnya yang menjadi pusat ziarah tempat ini,
Gua Maria atau kapel adorasi abadi? Tapi, hal ini tidak perlu menjadi sebuah
polemik, karena tentunya tujuan utama para peziarah adalah mendekatkan diri
pada Bapa baik melalui perantaraan Bunda Maria (Per Mariam Ad Jesum), berdoa di
depan Sakramen Maha Kudus, maupun diam berlutut di depan Salib Yubelium. Karena
Tuhan tahu sampai di kedalaman hati kita.
"...karena Bapamu mengetahui
apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya..." (Mat 6: 8b)
Bagi Anda yang berniat berwisata ziarah ke
tempat ini, silakan set GPS Anda di koordinat 7° 32'
46.2"S, 110° 50' 23"E; atau di 7.5462 S,
110.8397 E.
Buat yang tidak hapal rute di dalam Kota
Surakarta (seperti saya misalnya), cukup tanya RS. Dr. Oen Kandang Sapi, lokasi ini
kurang lebih 12 km dengan menyusuri Jl. Brigjen Katamso, Surakarta.
Jangan khawatir kesulitan memarkirkan kendaraan
Anda karena sudah banyak tempat parkir tersedia di lokasi ziarah ini. Beberapa
warung dan toko yang menjual cindera mata dan benda-benda rohani juga terdapat
di sekitar lokasi.
Selamat Berziarah!
Salam, Doa dan Berkah Dalem :)
NB. Selain dari kunjungan, wawancara dan
pengamatan pribadi, cerita ini juga disadur dari beberapa tulisan mengenai Gua
Maria Marganingsih di www.guamaria.info, http://katolik-id.blogspot.com, http://derosaryebed.blogspot.com
dan http://m.koranjitu.com
Komentar