mozaik


LOKASI 
Gua Maria Bunda Pemersatu, Karanganyar


Alamat: Tengklik, Kedawung, Jumapolo, Kab. Karanganyar, Jawa Tengah


Koordinat: 7° 41' 30.7" S 111° 1' 25.6" E




DISCLAIMER
Cerita ini berisi perjalanan menuju tempat-tempat ziarah yang disucikan bagi umat Katolik.
Cerita ini tidak bertujuan untuk memaksakan iman kepada umat penganut kepercayaan lain




Mozaik: mo·za·ik n 1 seni dekorasi bidang dng kepingan bahan keras berwarna yg disusun dan ditempelkan dng perekat (KBBI)


Aku kadang berpikir kalau hidup ini tak ubahnya seperti mozaik. Masing-masing peristiwa dan proses hidup ini menjadi sebuah keping berwarna, dan masing-masing keping berwarna itu jika disatukan akan membentuk gambaran pribadi kita. Pun masing-masing pribadi ini merupakan satu keping berwarna lain, yang kemudian disatukan menjadi sebuah gambaran yang lebih besar. Wadah, komunitas, organisasi, keluarga, dan sebagainya.

Dalam iman Katolik, ada juga pemahaman tentang bersatunya kepingan-kepingan ini. Misal dalam komuni, bahwa tubuh Kristus yang sudah diberikan kemudian dipercaya menjadi satu tubuh, yakni Kristus sendiri. Melalui Bunda Maria, kita semua dipersatukan dalam Kristus. Bunda sendirilah yang mempersatukan kepingan pribadi-pribadi, melalui tempat ini.

Meski pada awalnya aku kesulitan 'menemukan' tempat ini karena minimnya informasi yang kuperoleh, tapi pada akhirnya potongan kecil ini dapat bersatu dengan potongan-potongan lainnya.

Tapi, dari tadi ngomongin masalah mozaik, potongan warna, persatuan, sebenarnya ada apa sih?

Kompleks Gua Maria yang terletak tepat di belakang Gereja St. Theresia, Stasi Tengklik, Paroki St. Stephanus, Jumapolo ini memiliki ornamen-ornamen dari mozaik pecahan keramik. Unik namun tetap memiliki rasa seni tinggi, meskipun waktu kunjunganku itu sedang ada renovasi disana-sini.

Seorang lelaki yang sedang menyapu pelataran gua menghentikan kegiatannya. Sedikit ia bercerita, "Gua Maria ini awalnya sudah tercetus di tahun 80-an, tapi dulu letaknya di sebelah sana" sambil menunjuk lereng bukit jauh di belakang gereja.
"Tapi, karena dinilai terlalu jauh dari bangunan gereja, jadi dipindah kesini" imbuhnya.

Gedung Gereja St. Theresia ini sendiri tepat berada di depan sekolah Yayasan Katolik. Kanisius, kalau aku tak salah ingat. Pelataran gereja yang sudah diplester tidak terlalu luas, mungkin hanya cukup menampung tiga sampai empat unit mobil saja, tapi yang belum berlantai beton masih cukup untuk menampung sampai enam unit bus ukuran besar, kalau memang sangat terpaksa.

Gedung gereja ini sendiri dibangun mulai tahun 1982, terlihat dari sebuah prasasti marmer yang tertempel di dindingnya.







Karena merupakan gereja stasi, maka gedung gereja ini tidak terlalu besar, namun cukup megah. Bangunannya memanjang ke samping menyatu dengan panti imam dan beberapa ruangan, mungkin juga untuk kegiatan pastoral. Di sisi kanan bangunan itu terdapat sebuah sumur, yang lubangnya ditutup dengan beberapa papan, dengan ornamen mozaik di dindingnya. Tepat di samping sumur mulai track jalan salib, dan semuanya sudah berornamen pecahan keramik. Pos perhentian jalan salibnyapun tak luput dari ornamen yang sama.

Tiap perhentiannya tidak terlalu jauh. Maklum, karena lahan yang tersedia juga tidak terlalu luas, lagi kompleks gereja ini sudah berbatasan dengan sungai. Beberapa pohon sengaja ditanam diantara perhentian jalan salib. Rindang, nyaman dan tenang. Hanya sayup-sayup terdengar suara musik dangdut dari desa seberang yang warganya mengadakan hajatan dan beberapa raungan knalpot dari remaja-remaja tanggung yang melintas di depan gereja. Selebihnya cukup hiraukan saja dan nikmati keheningan yang ada.











Perjalanan via dolorosa ini berakhir di depan patung Yesus di belakang gedung gereja dan pelataran Gua Maria.



Sebuah kolam ikan berada diantara dua situs itu. 





Cukup menyenangkan melihat dua orang anak koster sedang bermain riang berputar-putar di sekitar kolam. Sesekali ayah mereka menghardik agar tidak terlalu gaduh.

"Gua Marianya sudah tiga kali dibangun, mas. Yang pertama kecil, bentuknya cuma kayak meja. Trus yang kedua kalinya dibuat gua kecil, dan yang terakhir dibangun kayak sekarang ini." Tambah sang koster, "Baru tahun lalu (2013) diresmikan Bapak Uskup."







Kalau diperhatikan, mozaik pada jalan menuju patung Sang Bunda dibentuk menyerupai bunga mawar. Berbeda dengan mozaik di lantai yang lebih disusun secara tanpa pola beraturan. Sebuah pola sungai batu di depan mulut gua menyeimbangkan komposisi arsitektur ini.







Tak kurang dari tujuh keran air menempel di sisi kanan tembok gua. 

"Ambil saja airnya, mas. Semua kerannya bisa kok." Kata seorang peziarah kepadaku.

"Kalau percaya air dari sini bisa menyembuhkan penyakit, maka Tuhan bisa berkarya lewat air ini kok, mas." Tuturnya lagi, "Dulu ibu sakit pendarahan bertahun-tahun, tapi karena percaya kalau Tuhan bisa mengangkat penyakit lewat air ini, sekarang ibu sudah sembuh."

Wanita paruh baya ini mengaku sering berdoa di Gua Maria ini, meski beliau tinggal di daerah Wonogiri.

"Di sini ibu bisa lebih tenang, walau jauh dari rumah" katanya lirih.
"Kadang sampai menginap juga disini" katanya, "Ibu seperti punya ikatan batin dengan tempat ini."



Setelah mengambil air ke dalam botol bekas air mineral, aku mulai mencari tempat yang nyaman untuk berdoa.

Sebenarnya boleh dimana saja, tapi berhubung siang itu sudah sekitar jam 3 sore, dimana sinar matahari masih cukup terik menyinari pelataran gua, maka aku memilih duduk di undakan depan gua saja yang cukup rindang.

Secara garis besar tempat ini cukup rindang, ditambah beberapa tempat duduk dari beton yang diletakkan di tengah-tengah taman.





Kala itu Hari Minggu, tapi suasana di sekitar gereja cukup lengang. Meski demikian, aku tidak bisa berlama-lama disana. Selain aku tidak biasa berdoa panjang dan bertele-tele, hari makin sore dan aku harus melanjutkan perjalanan ke Semarang.

Terimakasih, Bunda, telah mempersatukan kami, umat-umatmu, menuju puteramu, Tuhan dan perantara kami, Yesus Kristus.



==========================


Jika Anda berniat untuk berziarah di Gua Maria Bunda Pemersatu, Tengklik, Jumapolo, Kab. Karanganyar, Jawa Tengah ini ada sedikit tips yang bisa saya bagikan.


  • Saya tidak melihat adanya warung penjual makanan & minumam di dekat kompleks gereja, jadi persiapkan dulu diri Anda sebelum masuk wilayah Jumapolo.
  • Air yang mengalir di Gua Maria sudah diberkati. Jika Anda berniat mengambil air, usahakan sudah membawa wadah. Botol air minum bekas atau jerigen kecil. Masalah pengabulan doa, bukan Anda yang mengatur, tapi percaya dan minta saja (bdk. Mat 7: 7-11). Mukjizat kesembuhan dari air, itu semua bergantung pada iman Anda, bukan seberapa banyak air yang Anda ambil. Sama seperti cerita seorang janda yang dua belas tahun sakit pendarahan dan sembuh karena imannya, dan Tuhan menjawab, "...imanmu telah menyelamatkan engkau." (bdk. Mat 9: 20-22).
  • Berbagilah! Ada beberapa kotak dana pembangunan gereja & Gua Maria disana. Jangan pelit-pelit, lah :)


Rute yang bisa Anda ambil jika hendak menuju Gua Maria Bunda Pemersatu ini, ialah:

Dari Surakarta atau Karanganyar langsung saja menuju arah Jumapolo. Sudah. Haha.. :LoL:

Kunci GPS sesuai koordinat di bawah ini:


Kalau dari Karanganyar menuju Jumapolo jalannya cukup baik. Aspalnya masih halus, lagi lalu lintasnya sepi. Beberapa papan penunjuk arah berada sebelum persimpangan cukup jelas diikuti, tapi kalau ragu tidak ada salahnya berhenti untuk bertanya pada penduduk sekitar.

Sampai di Pasar Jumapolo (kalau nggak salah sih ada kantor keamatan dan beberapa kantor pemerintahan juga), pelan-pelan (lagipula jalannya menanjak) jangan sampai terlewat Terminal Jumapolo di kiri jalan. Kalau maju lagi ada Kantor Polsek Jumapolo di kanan jalan. Kata koster sih gereja paroki ada di belakang kantor polisi, di dekat Pasar Jumapolo lama.


Sebelum Terminal Jumapolo tadi belok kiri dan terus ikuti jalan saja sampai kira-kira lima kilometer sampai pada pertigaan. Sampai di pertigaan ini petunjuk jalan menuju Gua Maria akan lebih jelas. Hanya sekitar dua atau tiga kilometer dari pertigaan itu sampai deh di depan gereja/ sekolah kanisius.






Jangan enggan bertanya pada penduduk sekitar, tapi ajukan pertanyaan yang jelas. Gua Maria ini terletak di daerah Tengklik Kedawung. Kalau Anda hanya menyebutkan daerah Tengklik saja, bisa jadi bakal nyasar sejadi-jadinya kayak saya pada kunjungan kali ini. Usut punya usut, di Jumapolo terdapat paling tidak tiga desa bernama Tengklik.
Atau kalau mau lebih gamblang lagi, tanya saja arah menuju Gua Maria Tengklik. Walau nyasar super jauh, tapi warga sekitar tetap tahu arah menuju Gua Maria Tengklik.

Angkutan umum? Karena ada Terminal, jadi asumsinya ADA angkutan umum menuju Jumapolo. Mini bus (atau beberapa daerah menyebut sebagai bus 3/4) jurusan Surakarta - Jumapolo pernah saya jumpai melintas, tapi kalau dari terminal menuju lokasi? Hmm..lebih baik tanyakan warga sekitar. Kepepetnya silakan sewa jasa ojek yang mau menunggu Anda sampai selesai berziarah dan mengantar kembali ke terminal.





Selamat berziarah :)



Salam, Doa dan Berkah Dalem

Komentar