Sebuah
catatan dari kegiatan Jambore Nasional ke-6 Prides-online: Sexy Six Surakarta
6-7 Desember 2014
Waktu belum
genap menunjukkan pukul sepuluh pagi ketika aku tiba di sebuah rambu petunjuk
menuju lokasi jamnas. Ini rambu kedua yang kulihat setelah yang pertama
dipasang panitia di persimpangan Palur, Surakarta. Sebuah banner MMT berbentuk persegi panjang berwarna putih – hijau berisi
petunjuk arah, kalimat berbahasa inggris yang nggak nyambung sama isi pesannya, dan tak lupa logo prides. Sangat
jelas terlihat dan terbaca dari jarak seratus meter, fungsinya jelas agar para
peserta jamnas nggak nyasar, tapi
ternyata masih ada juga serombongan peserta yang nyasar dari lokasi jamnas.
Mungkin karena saking kencengnya motor mereka jadi pengennya terus-terusan buka gas sampai Tawangmangu. Hihihi..
Tak kurang
dari dua puluh menit dari rambu kedua tadi, aku sudah tiba di lokasi jamnas:
Wisma El-Betel, Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. Sebuah tenda pendaftaran
ulang peserta sudah berdiri di depan gerbang utama. Beberapa panitia berada di
dalam tenda dan yang lainnya sibuk mondar-mandir sambil mendengarkan suara dari
handy-talky yang mereka pegang.
Beberapa peserta sudah berada di lokasi. Setelah melakukan daftar ulang (dan
foto-foto), tak lupa aku menyapa saudara-saudara jauhku itu (dan foto-foto
lagi).
Ternyata touring yang mengharuskan menginap tanpa
pasang side box cukup merepotkan ya. Hanya barang yang dianggap penting saja
yang harus dikeluarkan dari top box, sementara sisanya tetap di dalam box. Dan
membawa top box berisi penuh itu lebih ribet,
terlebih kalau harus menyusuri jalan penginapan menuju kamar yang sudah
disediakan. Secara umum, tempat perhelatan jamnas ini berada di lereng Gunung
Lawu, jadi tak perlu ditanya bagaimana sejuknya udara di sana. Hal itu juga
membuat lokasi ini berkontur, dan mau tak mau pihak pengelola membuat
bangunan-bangunan yang menyesuaikan kontur bumi untuk menghemat anggaran
ketimbang harus melakukan pemotongan dan pengurukan.
Iya sih, aku dapat kamar di wisma, bukan di
barak, tapi lokasinya justru di jajaran wisma paling belakang. Wah, repot juga
jalan naik-turun sambil nenteng-nenteng
beberapa tas plastik. Mungkin bisa jadi PR untuk beli sidebox kecil kalau nantinya
aku berencana touring dan menginap. Aku
sekamar dengan 3 peserta lain, yang kebetulan belum datang. Jadi, lumayan bisa
pilih tempat untuk tidur. Hawa dingin pegunungan ditambah rasa lelah setelah
menempuh empat jam perjalanan membuatku ingin sejenak rehat di kasur empuk itu.
Loh,
ternyata sudah sore. Setelah mandi dengan air yang super dingin, aku bergabung
dengan peserta untuk bersantai di lapangan. Sebuah tenda besar dengan beberapa
meja dan kursi yang sudah disusun berderet rapi, tak lupa angkringan mini di
deret paling belakang. Lumayan bisa menikmati kopi instan, nasi kucing atau
beberapa jajanan tradisional sambil menunggu jam makan malam sebenarnya.
Panitia sudah menyiapkan special gift
alias hadiah spesial bagi para peserta jamnas, yaitu sebuah blankon untuk
masing-masing peserta. Unik juga, lagi seluruh peserta menyukai special gift jamnas ini.
Kurang
lebih jam empat sore terdengar pengumuman dari salah seorang panitia kepada
para peserta untuk berkumpul di lapangan utama. Acara sudah akan dimulai,
katanya. Di depan tenda peserta itu sudah disiapkan dua buah tenda lain yang
lebih kecil. Seorang wanita bertubuh sintal dengan dandanan yang agak
dipaksakan, namun lebih condong ke arah menor, tampil ke depan pentas. Ternyata
dia didaulat sebagai MC acara sore itu. Memperkenalkan sebuah kelompok musik
tradisional dari Surakarta yang semuanya menggunakan bambu sebagai alat musik
mereka. Satu atau dua lagu mereka bawakan, kemudian disusul kelompok Punakawan
yang memperkenalkan diri. Agak membosankan, menurut saya, karena alih-alih
menampilkan keterampilan bermusik, mereka justru menampilkan ketidakpawaiannya
bermain alat musik. Memang alat-alat musik dari bambu itu termasuk dalam alat
musik kontemporer bernada diatonis yang tidak bisa dipaksakan untuk memainkan
musik pentatonis, tapi mbok ya jangan
terlalu maksa. Terlebih vokal kemana,
nada musik kemana. Aduh, jadi tambah lapar nih dengerin mereka.
Belum genap
lima belas menit tampil, dan BREESSSS..!! Hujan deras turun. Aku yang berteduh
di emperan bangunan di belakang tenda peserta hampir tak bisa mendengarkan apa
yang pengisi acara bicarakan karena tertutup suara derasnya hujan. Yang kutahu
beberapa menit berikutnya mereka mulai melambaikan tangan tanda berpamitan.
Bagus deh, batinku. Tak berapa lama
ada panggilan dari panitia lain kalau makanan kecil dan minuman hangat sudah
bisa diambil di ruang makan. Heaven!
Biasanya,
akan ada jeda satu hingga dua jam dari waktu snack hingga waktu makan tiba. Tapi, mungkin karena acara sudah
dikacaukan oleh hujan, maka kali ini makan malam dikeluarkan hampir bersamaan
dengan snack. Di acara makan bersama
ini, semua peserta mulai mau berbaur, walau ada juga beberapa yang enggan dan masih
bergerombol per-chapter. Mungkin malu untuk berkenalan, atau jadwal mereka
sangat ketat karena harus tetap bergunjing bersama anggota chapter yang sama.
Entahlah. Aku pribadi lebih memilih untuk berbaur beserta peserta lain. Toh,
masing-masing peserta memakai tanda pengenal yang sudah ditulis nama
masing-masing. Kalaupun malu untuk berkenalan, cukup membaca nama lawan bicara
di tanda pengenal, kan? Sok kenal ajaa..
Ruang makan
itu merupakan sebuah ruangan luas tanpa sekat di lantai dasar sebuah bangunan
berlantai dua. Hanya ada belasan meja dan kursi-kursi untuk tempat menikmati
jamuan. Sekitar jam delapan malam kami semua dipanggil untuk naik ke lantai
kedua. Sebuah aula lain dimana di sana acara puncak diselenggarakan. Beberapa
lembar tikar sudah digelar di lantai, tapi beberapa peserta memilih untuk tetap
duduk di atas lantai ketimbang di atas tikar. Bukan karena sudah kebal hawa
dingin, tapi karena beberapa peserta yang menghabiskan tempat dengan tiduran di
atas tikar. Terlaluh!
Beberapa
menit terbuang untuk kegiatan foto bersama di depan latar jamnas. Ramai, riuh,
rusuh, anarkis! Eh..nggak pake anarkis ding. Sampai akhirnya Mbah Bond
menertibkan peserta dan mulai memandu acara bersama Ketum Ade 'badc0p' Cahya.
Sama seperti acara utama jamnas sebelumnya yang kuikuti, daya tarik utamanya
ialah pemutaran video tiap-tiap chapter yang sudah disiapkan. Beberapa standar,
isinya gitu-gitu aja. Bangun tidur,
janjian, riding sama-sama, dan
ditutup beberapa kalimat inspiratif dan perkenalan anggota chapter yang
bersangkutan. Bukan hal yang buruk dan bukannya tidak pantas mendapatkan
apresiasi atas kerja keras para pembuatnya, sih.
Cuma, ya itu.. sorry to say, standar gitu-gitu aja. Ada juga yang dibuat
serius dengan konsep yang jelas dan hasil terukur serta filmografi terstruktur
(ini ngomongin apa sih? Bahasanya aneh-aneh).
Semawis
sendiri? Walau aku nggak ikut andil
dalam proses pembuatannya karena kesibukan proyek, tapi seratus persen aku
mendukung pembuatan video dari konsep yang sudah ditawarkan oleh teman-teman
lain di grup ngobrol WhatsApp. Kulihat semangat mereka untuk memfilmkan Om
Massa yang baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas, patut kuacungi jempol. Ada
energi positif yang ditawarkan, semangat yang ingin dibagikan dan harapan yang
ditawarkan. Tak pelak, Semawis mendapatkan hadiah atas video ini berupa sebuah
tank bag. Proficiat!
Ngobrol-ngobrol
lagi, bagi-bagi doorprize lagi, bercanda lagi, cari sinyal lagi, karena memang
tempat ini punya area penangkapan sinyal telepon seluler yang buruk. Ada
beberapa pembicara yang ditampilkan, diantaranya Babeh Sidik dan Komunitas Solo
Slalom Bike Team (Moto Gymkhana).
Cukup
menarik menyimak penjelasan Babeh Sidik yang sudah mengkonversi BBM motornya ke
BBG, tapi berhubung gas LPG ukuran 3 kg susah didapat, jadi ide konversi ini
cukup jadi pengetahuan baru saja.
Doorprize
demi doorprize sudah dibagikan. Harapannya sih
bisa dapat salah satu jaket contin atau sukur-sukur dapat SJCam. Tapi,
walau tidak ada yang nembus dari
hadiah yang diharapkan itu, lumayan juga bisa dapat doorprize sepatu dari
vankoy sport. Tak lupa voucher servis di the pulsars, Depok dan di XO. Tapi,
karena mustahil servis ke dua tempat itu, jadi ya diikhlaskan buat teman-teman
dari Chapter Jakarta saja daripada dibuang percuma.
Hampir jam
satu dini hari ketika acara malam jamnas itu diakhiri. Ketika hampir semua
peserta sudah masuk kamar masing-masing untuk beristirahat, aku masih 'bekerja'
bersama ketum dan beberapa teman lain untuk memisahkan peneng baru per chapter.
Sampai hampir jam dua dini hari ketika 'pekerjaan' itu selesai, dan akhirnya
aku bisa menyusul beristirahat.
Minggu, 7
Januari 2014. Setelah sebelumnya cuma bisa tidur singkat (sebenarnya entah jam
berapa aku bangun), mandi dan mempersiapkan diri untuk check out, dengan sangat
hati-hati aku berjingkat keluar kamar karena tak ingin membangunakan dua orang
teman sekamarku itu. Keduanya cukup lelah setelah menempuh perjalanan yang
lebih jauh dari aku. Seorang dari daerah Jawa Timur, aku belum sempat
berkenalan, seorang lagi Akbar 'Soerazy' dari Chapter Jakarta.
Beruntung
masih ada jatah sarapan pagi itu. Lumayan untuk menghangatkan badan di pagi
(atau siang?) yang dingin itu. Masing-masing peserta juga sudah mempersiapkan
diri untuk pulang atau melanjutkan petualangannya. Tapi ternyata ada juga
sepasang peserta yang jauh-jauh datang dari Kota Malang yang baru saja tiba di
Hari Minggu itu. Hihi..
Mempersiapkan
diri dan Annette sambil tak lupa foto-foto lagi, sampai satu persatu rombongan
meninggalkan Wisma El- Betel itu. Memang sudah saatnya untuk pulang, kembali
menghadapi tantangan selama perjalanan menuju rumah dan membawa bekal kenangan
bersama para saudara yang selama setahun ini hanya berinteraksi dalam dunia
maya.
Ah.. Andai
kebersamaan ini sedikit lebih lama. Tapi dengan pertemuan singkat ini, kami semua
punya harapan dan cita-cita untuk bisa kembali berkumpul bersama dalam sebuah acara
akbar: Jambore Nasional Prides-online Community, dan cita-cita untuk sebuah
kebersamaan itulah yang sexy.
Bravo
Prides!
We're Sexy
and We Know It!
Komentar