Taman Maria "Wahyu Ibu-Ku" (Mzm 15:1)



DISCLAIMER
Cerita ini berisi perjalanan menuju tempat-tempat ziarah yang disucikan bagi umat Katolik. 
Cerita ini tidak bertujuan untuk memaksakan iman kepada umat penganut kepercayaan lain

LOKASI
Taman Maria "Wahyu Ibu-Ku" Giri Wening

Sengon Kerep, Sampang Gedangsari, Gunung Kidul, DIY
7º 48' 24.696" S, 110º 33' 54.33" E

Gua Maria Marganingsih

Bayat, Wedi, Klaten, Jawa Tengah

7º 47' 2.94" S, 110º 37' 47.94" E




Atas kemurahan hati dari sebuah keluarga yang sudah mau memberikan 'tiket wisata' ini kepada saya. 


LET'S ROLL
Kali ini saya tidak menjelajah bersama Annette, karena 'free ticket to ride' yang sudah diberikan itu, saya ikut rombongan dari St. John Foundation, Ungaran, menuju beberapa tempat ziarah rohani Katolik pada akhir Bulan Maria di tahun 2016 ini. 
Duduk manis di bangku belakang, saya tidak terlalu bisa melihat rute kendaraan mini bus yang kami tumpangi.
Tau-tau nyampeee ajaa..

Beberapa kali memang mini bus itu cukup kesulitan untuk melalui jalur yang cukup terjal dan berbatu, tak hanya pada tanjakan-tanjakan, namun juga pada turunan curam, meskipun sebelumnya sudah dimanjakan dengan jalan beraspal yang masih cukup mulus, karena memang volume lalu lintas di sana tidak cukup besar. Hamparan sawah dengan pohon padi yang sudah menguning, saluran irigasi dengan air bening segar mengalir, sungai dengan bebatuan besar di dasarnya, dan pemandangan khas pedesaan yang cukup menenteramkan menjadi pemandangan yang menemani kami setelah melewati Kecamatan Wedi, Klaten menuju lokasi.

Kira-kira seperti itu rute perjalanan menuju lokasi.

Turun dari kendaraan, suasana hening pegunungan menyergap kami. Sayup-sayup memang terdengar bunyi konstan raungan gergaji mesin, tapi selebinya hanya kesunyian saja. 

Sebuah baliho sebagai papan penunjuk yang sudah usang berdiri dalam keheningan hutan. Sebagain papannya tertutup dedaunan pohon. Tulisannya sudah mulai melamat dan gambarnya sudah tidak terlihat jelas lagi. Di sampingnya, jalan setapak yang rindang mengantar kami menuju tempat tujuan.

 
 
 
 

Sebuah bangunan sederhana yang diberi tulisan 'Kapel Santo Yusuf Sengon Kerep' pada dinding putihnya merupakan bangunan pertama pada kompleks tempat ziarah ini.


 

Terletak di Giri Wening, Sengon Kerep, Sampang, Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi DIY, tempat ziarah yang kemudian diberi nama "Wahyu Ibu-Ku" ini masih masuk di dalam Paroki Santa Maria Bunda Kristus, Wedi, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, meskipun secara administratif pemerintahan sudah berada lintas provinsi.

Tempat yang awalnya dimulai pembangunannya di tahun 2009 lalu kini mulai berbenah lagi.

Lagi?

Ya! Karena di tahun 2012 silam terjadi gejolak horisontal oleh sebuah ormas keagamaan dan (mengaku) kemasyarakatan yang menginginkan Gua Maria "Wahyu Ibu-Ku" Watu Gedheg -nama awal tempat ini- untuk ditutup. Dengan berbagai cara dan alasan, mereka cukup membuat warga dusun terintimidasi.
Hingga di Bulan Februari, izin pembangunan -dan tentunya operasional- tempat ini oleh pemerintah daerah secara resmi turun.

Asal mulanya diberi nama 'Watu Gedheg' yang dalam bahasa Jawa berarti dinding batu (watu = batu, gedheg = anyaman bambu untuk dinding rumah) Karena terdapat sebuah batu alam besar bak benteng kokoh sebagai dinding tebing. Namanya diubah menjadi 'Giri Wening' yaitu gunung yang sunyi (giri = gunung, wening = hening). Harapannya tempat yang berada di gunung ini dapat menjadi sarana menemukan kedamaian, mendengarkan suara Tuhan, bahkan tempat introspeksi diri dalam keheningan.

Saya jadi ingat sebuah petikan Mazmur yang juga sering digunakan sebagai Mazmur Tanggapan, "Tuhan, siapa dian di kemah-Mu, siapa tinggal di gunung-Mu yang suci?" (bdk. Mzm 15:1). Dalam hal ini bisa diganti menjadi gunung-Mu yang sunyi.

Setelah kapel, terdapat sebuah rumah tinggal. Tidak megah, apalagi mewah. Rumah keluarga besar Ibu Gito Suwarno yang juga memprakarsai Gua Maria ini. Rumah sederhana khas rumah desa yang memanjang dengan arsitektur atap rendah.

Disana juga menyediakan lilin untuk sarana berdoa dan beberapa benda rohani lain.

Dari sana hanya ada satu jalur menuju lokasi.

Jalurnya menyenangkan untuk dilalui. Rindang, adhem, dan cukup sunyi. Jalur yang dibuat dengan susunan batu alam dan beberapa panel kayu, melewati tebing batu besar dan suasana pepohonan asri. Sebuah spot mengingatkanku pada suasana di Sendangsono. Karena tempat yang awalnya merupakan 'kebun belakang' rumah Keluarga Ibu Gito Suwarno ini memiliki kontur tanah yang tidak sama, maka bangunannya dibuat menyesuaikan kondisi geografisnya.

 
 
 
 


Sebuah tempat memanjang dengan beberapa keran air berada di sisi kanan sebelum pelataran gua. Airnya jernih dan segar. Beberapa umat mencuci tangan, kaki dan wajah di sana untuk menyegarkan diri sebelum memasuki area gua.

 

Dari bawah, tempat ini sudah terlihat indah.


Sebuah undakan batu menghantar para peziarah pada halaman gua.

 

Rombongan kami sudah ditunggu untuk segera merayakan Ekaristi bersama rombongan dari daerah lain. Tempatnya di sebuah pendopo di sisi kanan gua.

 
 
 


Sementara ada rombongan dari tempat yang lain lagi sedang melakukan kegiatan di pendopo sebelah kiri.


Rute jalan salib yang sedang dalam proses pengerjaan berada di bawah. Rutenya turun, untuk kemudian naik pada sebuah perhentian terakhir, yaitu Yesus bangkit dari kubur.

 
 
 
 
 
 

Dari perhentian terakhir itu, ada sebuah undakan kayu menuju pelataran gua.

 
 

Gua yang dimaksud memang sebuah gua buatan dari pahatan batu. Di tengahnya terdapat patung Maria setinggi kurang lebih dua meter yang sedang menggendong bayi Yesus.

 Pose dulu.. hehe..

Jika Anda berminat mengunjungi Gua Maria "Wahyu Ibu-Ku" Giri Wening, dapat mengikuti petunjuk arah pada peta di awal tulisan, atau masukkan koordinat berikut pada perangkat GPS Anda:

7º 48' 24.696" S, 110º 33' 54.33" E

Tidak ada angkutan umum yang sampai ke lokasi, beberapa anak dari dusun mau menawarkan jasa ojeg, untuk Anda yang datang menggunakan kendaraan umum.


Dari Giri Wening, kami melanjutkan perjalanan ke Gua Maria Marganingsih. Beberapa waktu lalu sudah pernah ditulis di blog ini, hanya saja ada beberapa perubahan di GM Marganingsih, yang membuat saya ingin menambahkannya dalam cerita ini.

Rute dan jarak tempuh antar dua Gua Maria ini.

Sebuah bangunan beton tidak beratap sudah dibangun di sana, tepat di atas replika kendi air besar.


 
Selain itu, saya tidak menemukan perubahan pembangunan yang signifikan, mengingat keterbatasan waktu berkunjung kami siang itu.

 
 
 
 

Jika Anda berminat mengunjungi Gua Maria Marganingsih, Bayat, Klaten, dapat mengikuti petunjuk arah pada peta di awal tulisan, atau masukkan koordinat berikut pada perangkat GPS Anda:

7º 47' 2.94" S, 110º 37' 47.94" E

Ada angkutan umum yang sampai ke lokasi berupa bus kecil dan mini bus jurusan Cawas, jika Anda datang dari Jalan Raya Solo atau Pasar Wedi.




Selamat berziarah.

Salam, doa dan Berkah Dalem 



vinceney.net

Komentar